Wayang Potel, Syiar Dakwah Melalui Gelar Budaya

WBN, INDRAMAYU – Kiai kondang K.H Ibrohim Nawawi saat menunjukkan wayang potel yang menjadi media dakwahnya dalam berceramah. Kyai kondang asal Desa Cikedung, Kec.Cikedung, Kab. Indramayu.

Pagelaran budaya ‘Wayang Potel’ digagas oleh KH. Ibrahim Nawawi yang merupakan salah satu tokoh di Indramayu. Dalam hal ini ia juga menggandeng beberapa budayawan dan penggiat seni diantaranya Ki Tarka Sutarahardja, Ki Dalang Sukarno dan Bapak Ray Mengku Sutentra di Cikedung. Sementara wayang golek dibuat oleh Bapak Ray Mengku Sutentra dan penata gending oleh Ki Dalang Sukarno (Ki Dalang Sukmalaya). Pegelaran Wayang Potel mengadopsi beberapa tokoh wayang yang menggambarkan karakterisitik fundamental pewayangan sendiri seperti Semar, Petruk, dan Gareng. Juga menginterpretasikan beberapa ketokohan baru agar bisa lebih diterima di masyarakat hari ini. Wayang golek Potel adalah wayang golek yang berbentuk seperti wayang golek pada umumnya hanya berbahan kertas, memiliki ciri khas tersendiri dan terdiri hanya beberapa tokoh karakter saja, yakni para punakawan seperti Semar, Petruk dan Ceblok.

Dalam pertunjukan wayang golek potel terbagi menjadi dua sesi, cerita wayang yang dibawakan oleh Ki Dalang Sukarno dan sesi selanjutnya adalah ceramah keagamaan yang disampaikan oleh Bapak KH Ibrohim Nawawi. Wayang ini berkonsep pengenalan budaya dan agama, bercerita tentang kehidupan sehari-hari juga sebagai media untuk berceramah di berbagai tempat. Pola yang dimainkan dalam mengejawantahkan kesenian pewayangan dalam Wayang Potel ini bukan saja memainkan peran dengan naskah yang sudah ada. Tetapi yang dibangun paling utama dikedepankan adalah kritik sosial yang sedang terjadi pada masyarakat.

Seperti halnya bagaimana dalang dengan menggunakan wayang memfisualisasikan kronologis saling mengafirkan yang belakangan ini terjadi pada masyarakat dan menjawab solusi dari peristiwa itu terjadi dengan melalui beberapa pendekatan. Pendekatan pertama yang dilakukan adalah fikih, yang kedua antropologi, dan juga seni.
Masyarakat antusias dan sangat terhibur sekali dengan penyeleggaraan Wayang Potel ini. Karena memang topik yang disajikan sangat aktual sekali, sehingga bagi masyarakat sangat mudah dipahami karena memang selain melihat wayang juga, mereka disajikan tausiyah bagaimana bisa menjawab tantangan zaman yang akan datang.

Gaya futuristik Kiai Ibrahim pagelaran Dakwah dan Budaya menjadi nilai plus dalam pagelaran ini. Di samping itu, irama sufistik sangat kental yang ditawarkan gamelan, gong, dan gendang dilengkapi dengan beberapa alat musik modern yang mengantarkan alunan lagu sholawatan seakan menyulap para masyarakat yang hadir yang menyaksikan. Para penggiat pendakwah hari ini mungkin bisa mencontoh pada Wayang Potel ini. Yang mana menginovasikan metode dakwah dan bisa meleburkan antara agama dan budaya sehingga sangat mungkin bisa dikonsumsi masyarakat awam hari ini.

Simak dalam Siaran WBN Streaming TV

Kiai alumni UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta itu mengatakan” Metode dakwah itu juga dikonsep sedemikian rupa agar bisa menjangkau seluruh kalangan dan menarik untuk disaksikan. Saya bersama para pegiat budaya yang terdiri dari budayawan, dalang, seniman, ahli naskah kuno, dan mubalig ingin membuat sebuah konsep metode dakwah yang berbeda tapi tidak terlepas dari kultur budaya.’ Tuturnya
Reporter ( Cp.Enjoy )

Share It.....