Piru | WBN – Sosialisasi tentang penetapan negeri adat dan Pilkades serentak di kabupaten Seram Bagian Barat terhadap BPD dan Penjabat – Penjabat kepala Desa oleh Dosen Fakultas Hukum Unpatti.
Dalam kegiatan tersebut, dibahas tentang polimik yang terjadi di masyarakat terkait pemilihan kepala desa, yang di selenggarakan di Lantai Tiga Kantor Bupati Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), 14/10/2021 pukul 15.16 Wit.
Kegiatan itu dihadiri oleh Sekda SBB, Mansyur Tuharea, Asisten II Peking Calling, Kadis Pemdes Moksin Pellu, J. Aliwen, Hendrik Salmon, A. D. Bakarbessy, Y. Pattinasarani, dan M. R. Singkery dari Fakultas Hukum.
Menurut Hendrik Salmon salah satu Dosen Fakultas Hukum Unpatti bagian Tata Negara dan Administrasi Negara setelah ditemui media saat itu, terkait dengan polimik bagaimana ada Desa adat itu lewat penetapan Desa adat.
Salmon juga memaparkan “ketika penetapan desa adat itu telah dijadikan Perda, maka batas wilayah tanah juga akan di selesaikan dengan perda dan akan di musyawarah kan sehingga mekanismenya di atur lewat Permendagri 21 tentang penegasan batas wilayah desa”.
Dan semua itu akan diakui oleh mereka yang mempunyai status jelas sebagai Desa atau Desa adat. Kalau desa adat akan berkaitan dengan wilayah petuanannya, dan dari segi pemerintah ada kaitannya sehingga akan terjadi konflik bila tidak diselesaikan dengan mekanisme musyawarah antar Desa itu. jelasnya.
Untuk itu jalan tengah yang di ambil oleh pemerintah kabupaten dengan mengikuti Pilkades, itu menentukan otoritas. Dan kemudian setelah penetapan desa adat baru ditegaskan batas wilayah, lanjutnya.
Ia juga menegaskan bahwa dengan mengikuti Pilkades, maka hak-hak adat dari masyarakat hukum adat tidak bisa hilang. Alasannya setelah mengikuti Pilkades, maka penetapan desa adat akan dimunculkan di situ. Dan ketika penetapan desa adat itu dimunculkan, maka akan di bicarakan penegasan batas wilayah termasuk hak asal usul. Hak asal usul itu tidak dapat diganggu gugat oleh Negara.
Ada aturan daripada UU untuk dapat menaruh batas waktu agar bisa refom kembali bagaimana pembiayaan desa ini dalam bentuk DD, jadi kalau ditunda maka aktivitas dalam pembangunan bisa terlambat. Dan semua berpulang dari pada kita semua untuk maju dan tidaknya, karena efeknya kita akan tertinggal dalam UU, karena legal stendingnya tidak jelas. Pungkasnya.
(Ge. Kakisina)