WBN, Bangka Belitung –Pantun terurai gendang bertabuh mewarnai prosesi Acara Ritual Adat Jering Tahun 2020. Meski dalam situasi masih pandemi, acara ritual adat Jering ini tetap dilaksanakan secara sederhana dan tentunya menerapkan protokol kesehatan. Seperti tahun-tahun sebelumnya Acara Adat Ritual Jerieng tahun ini juga digelar di Setana Jerieng Amantubillah, di Desa Pelangas Kecamatan Simpang Teritip Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Minggu (8/11). Acara dimulai sekitar pukul 10.00 WIB, dengan agenda awal Pelantikan Polisi Adat Nusantara.

Sebelas Polisi Adat Nusantara Bangka Barat dilantik, dengan tujuan menjadi pamong dalam menegakkan hukum-hukum adat di Setana Jering.. Dalam Acara Ritual Adat Jering kali ini, selain menggelar prosesi adat yang sudah dilaksanakan setiap tahun, juga dilakukan pemberian gelar penghargaan kepada 13 Tokoh yang dinilai telah berjasa kepada negeri. Ke 13 penerima penghargaan tersebut dinilai layak oleh Setana Jerieng, setelah mempertimbangkan dan memperhatikan perjuangan mereka ikut  dalam usaha dan upaya pelestarian Adat Budaya Negeri selama ini. Berdasarkan penilaian tersebut,  maka Setana Jering Amantubillah Lembaga Adat Melayu Jering Bangka Belitung menganugerahakan penghargaan berupa Darjah Paduka Mahkota Jering Amantubillah (Radendo/Rdo, Cik Radendo/Ciek).

Setana Jering Amantubillah menganugerahkan penobatan gelar kehormatan kepada tokoh yang berjasa kepada negeri, antara lain Rdo Sri Yanto MPd,  Rdo Drs Mulyono, Rdo Bagong Susanto SH,  Cik Rdo Asri, Rdo Fahrial MSi, Rdo Wendi Rais MPdI, Cik Rdo Maria Susanti MPd, Cik Rdo Farida Sahab SE,  Rdo Nur Muhammad,  Rdo Suryadi Lahirdianto,  Rdo Kario, Rdo Dodi Hendriyanto, serta Datuk Rdo Alexander Fransiskus.

Acara yang digelar sederhana dan hanya berpusat di Setana Jerieng Amantubillah berjalan tertib dan khidmad. Selain dihadiri para tokoh masyarakat dan Pengurus Setana Jerieng yang dipimpin Imam Setana Jerieng Dato’ Rdo Sri Sardi SPdI MM, prosesi Acara Ritual Adat Jerieng kali ini dihadiri juga Kasi Budaya Dinas Pariwisata dan Budaya Bangka Barat Hendra SH, Camat Simpang Teritip Wasino SPd, Kades Pelangas Welly Wahyudi serta tamu undangan.  Beragam ritual adat digelar selama prosesi berlangsung. Puncak ritual adat adalah Ritual Adat Ngerabun Pusaka Setana Jerieng Amantubillah. Dalam prosesi ini, Imam Setanan Jerieng  Dato’ Rdo Sri Sardi SPdI MM di dampingi dua Punggawa Setana Jerieng melakukan ritual membersihkan dua pusaka Setana Jerieng.  Selama membersihkan dua pusaka ini, ritual diringi Taboh yang penuh nuansa magis. Lima penari dengan diringi musik memutari Imam Setana Jerieng yang sedang “memandikan” pusaka.  Dalam sambutannya,  Imam Setana Jerieng Dato’ Rdo Sri Sardi SPdI MM menjelaskan, bahwa berdasarkan sastra lisan atau andei andei orang tua, Kerajaan Jerieng itu ada dan pernah berjaya pada masanya. Berdasarkan sastra lisan tersebut Istana Kerajaan Jerieng  diberanggus penguasa Kerajaan Sriwijaya pada tahun 686 masehi, karena membangkang kepada Kedatuan Sriwijaya.   Setelah Istana Kerajaan diberangus oleh Pasukan Kedatuan Sriwijaya pada Tahun 686, pasukan Yang Dipertuan Agung Radendo Aso bersembunyi dan membuat Perkampungan Hidden di Bukit Peret (awalnya tujuh bubung rumah).

Dari abad ke abad perkampungan ini terisolasi sehingga tertinggal dan tidak bisa berkembang.

Kehidupan tertutup ini berlangsung berabad-abad  hingga kekuasaan Kedatuan Sriwijaya dihancurkan Kerajaan Majapahit Tahun 1377.

Dimasa Majapahit, Perkampungan Pacor Jerieng Bukit Peret ini tetap saja tertutup dan tidak mau tunduk dengan Kerajaan manapun, sehingga terkenal dengan istilah Pacor Penyelek.

 

“Demikian pula pada masa Kesultanan Palembang Darussalam, salah seorang Panglima Pacor Jerieng Bukit Peret Radendo Selapu menolak untuk menambang timah. Konon karena pembangkangannya Radendo Selapu dihukum pacung,” ujar Dato Sardi.  Namun demikian, kata Dato Sardi, kini Kerajaan Jerieng menjadi pro dan kontra. “Kamipun tidak pernah mengatakan bahwa Kerajaan Jerieng itu ada. Disini hanya Setana Jerieng, yang berarti Rumah adat Jerieng, Bukan Kerajaan. Namun demikian kami akan terus menggali tentang keberadaan Kerajaan Jerieng,” tukas Dato Sardi.

Diakui Dato Sardi, tulisan Prof  HC Millies, yang berjudul  Penelitian Tentang Mata Uang Penduduk Asli Kepulauan India dan Semenanjung Melayu (dalam bahasa Perancis) yang dipublikasi di Den Haag Tahun 1871, halaman 154, telah menjadi inspirasi pihaknya untuk terus menggali keberadaan Kerajaan Jerieng.

Salah satu Mata Uang yang menjadi objek penelitian Prof HC Millies adalah Pitis atau kepingan mata uang yang bertuliskan “Ini Pitis Jering  1261” dengan berat 5 gr, diameter 32 mill, lubang 13 mill dengan warna putih terbuat dari Timah.

Pada tulisan tersebut Prof  HC Millies memperkirakan kepingan mata uang tersebut berasal dari wilayah Pattani  yang bernama Nagari Jering dan mungkin juga dari ilayah/Nagari/Kadipaten/Kerajaan di Bangka yang bernama Jeering  atau Djering (arrondissement dana l’ile de Bangka, ‘eerit Jeering au Djering).

“Jika JERING Bangka Bukan Kerajaan, dan sementara Jering Patani Kerajaan, mungkinkan Prof HC Milies membandingkannya?  Dari tulisan ini Jerieng Bangka selevel dengan Jerieng Pattani, yakni Kerajaan. Paling tidak Jerieng sudah dikenal sejak lama di internasional. Selain pemaksaan dari tulisan HC Millies tersebut sastra lisan atau andei-andei yang diceritan orang tua dahulu menjadi dasar kami bahwa Kerajaan Jerieng ada,” ungkap Dato Sardi.

Pada kesempatan sama, Kabid Budaya Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Bangka Barat Hendra SH menyatakan bahwa Pemkab Bangka Barat mendukung setiap acara adat dan kebudayaan di wilayah Kabupaten Bangka Barat, termasuk dukungan selalu diberikan setiap gelaran Ritual Adat Jerieng.

Dijelaskan Hendra, sebelum pandemi covid-19, Pemkab Bangka Barat memiliki sebanyak 43 event adat per tauhun. Namun untuk tahun 2020 ini hanya ada 20 event adat yang bisa dilaksanakan.

“Kewajiban pemerintah untuk mendukung dan ikut melestarikan adat dan kebudayaan yang lahir dan berkembang di tengah masyarakat.  Hukum adat diakui oleh pemerintah selama tidak bertentangan dengan hukum negara. Karena itu, Pemkab Bangka Barat mendukung setiap event adat dan kebudayaan, sebagai kekayaan kearifan lokal negeri kita ini,” ujarnya.

Proses Ritual Adat Jerieng berlangsung sekitar satu jam. Gelaran acara adat ini akhirnya ditutup dengan makan bersama di Balai Adat Desa Pelangas.

“Semoga anugerah yang telah disematkan kepada saudara-saudara kami ini, bisa menumbuhkan semangat untuk terus berkarya dan ikut berkontribusi melestarikan kebudayaan dan adat istiadat negeri kita ini sesuai kompetensi masing-masing,”,” ujar penerima anugerah Doktor Honoris Causa ini. (*) RED-WBN

Share It.....