
WBN | SUKABUMI, JABAR – Abah Anton Chaliayan bersama tim Kombes (P) Dindin Ridwan, Hadi Gasantana dan Tim, Ambu Zahwa, H. Aep S. Menelusuri Cireunghas, Sukabumi, menyimpan segudang misteri terkait sejarah masa penjajahan Jepang. Benteng pertahanan yang sangat dirahasiakan ini menjadi saksi bisu dari peristiwa yang dilalui oleh masyarakat setempat. Para peneliti, dipimpin oleh Anton dan timnya, menghadapi tantangan untuk mengungkap fakta-fakta menarik tentang lokasi strategis ini yang kini terpendam dalam ingatan dan legenda masyarakat.
Di Bukit Larangan Legok Cempaka Putih, yang dulunya merupakan area terlarang, ditemukan sisa-sisa bangunan yang menunjukkan bahwa tempat ini pernah menjadi markas militer. Pabrik pengolahan logam dan terowongan yang terhubung seakan bercerita tentang aktivitas yang berlangsung di wilayah tersebut. Bukit Larangan, yang dalam sejarahnya disebut sebagai lokasi yang harus dijaga ketat, memperlihatkan betapa pentingnya strategi pertahanan bagi pasukan pada masa itu.
Keberadaan benteng pertahanan yang dibangun dengan kokoh menyimpan cerita yang belum sepenuhnya terungkap. Benteng ini, diperkirakan memiliki luas antara 500 hingga 1000 hektare, berdiri megah dengan tinggi sekitar 4 meter, berbahan dasar coran batu lebar. Posisinya yang dikelilingi bukit membuatnya sulit diakses oleh musuh, memberikan keuntungan strategis bagi para prajurit yang bertugas menjaga tempat tersebut. Meski demikian, informasi mengenai benteng ini kerap kali terabaikan dalam catatan sejarah resmi, seakan hilang ditelan waktu.
Sebagian masyarakat menyebut area ini sebagai ‘Hiroshima Indonesia’, merujuk pada bombardir yang dialami ketika Sekutu mengambil alih kendali di Indonesia. Sebuah pelajaran berharga tentang betapa berharganya tanah ini mengalami pertempuran, pengorbanan, dan perjuangan. Tidak jauh dari lokasi benteng, peninggalan sejarah lainnya, termasuk Maqom Tua dan Gua Rangga Gading, menambah daya tarik situs ini. Legenda yang mengelilingi tempat-tempat ini mengenai Prabu Taji Malela dan Prabu Rangga Gading menandakan betapa kaya budaya dan sejarah yang ada di Cireunghas.
Dengan adanya kerjasama antara pemerintah dan pihak-pihak terkait, diharapkan bahwa misteri ini dapat diangkat ke permukaan. Penggalian informasi dan penelitian lebih lanjut tidak hanya bisa mengungkap fakta-fakta sejarah yang hilang, tetapi juga dapat memberikan wawasan tentang bagaimana generasi sebelumnya berjuang di tengah tantangan. Sejarah akan selalu menjadi pengingat yang abadi, bukan hanya bagi masyarakat Cireunghas, tetapi untuk seluruh bangsa Indonesia dalam menjaga warisan dan identitas mereka. (Red)