Warisan Budaya Nusantara.com – Impor gula bila tidak dilakukan perhitungan dengan matang akan memperkeruh kondisi perekonomian Indonesia, apalagi kwotanya melebihi kebutuhan konsumsi.

Sekertaris Jenderal Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Mohammad Nur Khabsyin menanggapi berita diberbagai media tentang Bulog yang akan minta impor gula konsumsi (GKP) sebanyak 200.000 ton.

Kabar tersebut kata Nur Khabsyin di kuatkan juga usulan Direktur Eksekutif Asosiasi Gula Indonesia (AGI) Budi Hidayat yang menghitung kebutuhan impor gula konsumsi sebanyak 1,3 juta ton.

“Maka kami sampaikan hal-hal sebagai berikut”, pernyataan Nur Khabsyin, melalui relisnya, Selasa (25/02).

Bahwa harga eceran gula Rp.14.000 – Rp 15.000 per kilogram dipasar.

“Menurut kami masih wajar karena
kenaikannya cuma Rp 1000 – Rp 2000 per kilogram, jika dibandingkan dengan bawang putih atau daging yang kenaikannya saja bisa diatas Rp 30.000 per kilogram”, kata Nur Khabsyin.

Menurut Nur Khabsyin pemerintah tidak perlu melakukan impor karena stok masih cukup. Ada sisa stok akhir tahun
2019 sebanyak 1,080 juta ton dan pada akhir tahun 2019 juga sudah ada impor GKP sebanyak 270 ribu ton untuk memenuhi kebutuhan awal tahun 2020. Jadi stok awal tahun 2020 sebanyak 1,350 juta ton.

Di jelaskan Nur Khabsyin untuk memenuhi kebutuhan bulan Januari-Mei 2020 stok cukup. Karna kebutuhan Gula konsumsi perbulan rata-rata 230 ribu ton secara nasional. Jadi 5 bulan kira-kira butuh1,150 juta ton.

Sudah jadi kebiasaan menjelang musim panen atau giling tebu harga gula selalu dimainkan dengan tujuan supaya bisa impor, bahwa musim giling akan dimulai sekitar bulan Maret atau April untuk wilayah Sumatra dan Jawa dimulai bulan Mei.

Bulog pada musim giling 2019 tidak membeli gula petani kok tiba-tiba sekarang minta jatah impor
untuk stok dan operasi pasar. Kemana bulog saat petani membutuhkan untuk membeli gula tani. Karna pada saat awal sampai puncak musim giling 2019 gula tani hanya laku Rp 10.000 – Rp 10.500 per kilogram.

“Kami menyayangkan Budi Hidayat selaku Direktur Eksekutif AGI yang tidak paham dan tidak cermat dalam
menghitung berapa kebutuhan gula konsumsi dan berapa produksi gula dalam negeri. Sehingga dia
mengusulkan besaran impor yang fantastik”, ujar Nur Khabsyin.

Ada motif apa ini dengan AGI. Mestinya dia yang mewakili kepentingan pabrik gula dalam negeri ini tidak sembarangan bicara impor karena akan berdampak buruk terhadap kelangsungan pabrik gula itu sendiri dan juga terhadap petani.

APTRI minta ketegasan pemerintah bila impor di setujui tidak melihat kehidupan masyarakat petani jangan harap petani tebu akan meningkatkan kesejahteraan. (Efendi | redpel ndra)

Share It.....