Kisruh Tanah Waduk Lambo, Ulayat Labolewa Agendakan Sumpah Adat

WBN│ Persekutuan Masyarakat Adat Labolewa, Desa Labolewa, Kecamatan Aesesa, Kabupaten Nagekeo, NTT melalui sejumlah tutua adat setempat kembali mengungkapkan agenda masyarakat adat mereka menyikapi penyelesaian kisruh proses dan prosedur pengukuran tanah untuk pembangunan Waduk Lambo.

Rangkuman media ini (13/10/2021) di Kota Mbay Nagekeo, para tokoh adat melalui Urbanus Papu, Fidelis Sela dari Suku Ebu Dai didampingi para tokoh dan warga adat Labolewa mengatakan bahwa selain menempuh sejumlah upaya niat baik dan komunikasi, termasuk menggandeng lembaga advokasi hukum dan civil society, Persekutuan Masyarakat Adat Labolewa, Desa Labolewa, Kecamatan Aesesa juga sudah membuat agenda untuk pada saatnya nanti menggelar sumpah adat, sumpah sakral alam yang dibuat secara ritual adat atas kisruh tanah Waduk Lambo yang menurut mereka telah dengan sengaja mempertidakan masyarakat adat, leluhur, tanah dan berbagai kesakralan budaya adat setempat.

“Hari ini kami melakukan banyak upaya niat baik kami sebagai masyarakat kecil, termasuk meminta bantuan kepada lembaga hukum dan seluruh aktivis sosial yang berjuang untuk kami orang-orang kecil dengan tanpa pamrih. Tetapi kami dari Persekutuan Masyarakat Adat Labolewa juga mengatakan bahwa kami mulai juga merencanakan untuk membuat sumpah alam, sumpah tanah dan batu, sumpah leluhur kepada pihak manapun yang bersekongkol mempertidakan hak-hak kami dan melangkahi tanah, alam dan leluhur kami di atas kuburan mereka, dengan memakai cara-cara kotor atas nama membangun waduk ini. Sejak awal kami lah yang mendukung kuat pembangunan waduk Lambo, tetapi justeru kami yang diperlakukan tidak adil di depan mata semua orang”, kata Urbanus Papu, Fidelis Sela dari Suku Ebu Dai didampingi para tokoh adat lainnya dan warga adat Labolewa.

“Hari ini kami kembali datang di Mbay untuk bertemu dengan Kepala Badan Pertanahan Nagekeo dan mempertanyakan sikap dan penjelasan jujur atas permasalahan ini. Kami datang tanpa diundang, kami datang karena kami mempunyai niat baik, walaupun niat baik kami masyarkat adat dilukai dan dikecewakan”, tambah Fidelis Sela.

Menurut mereka, untuk rencana sumpah alam, akan dilakukan pada waktunya, dengan memperhatikan perkembangan dan niat baik pemerintah menangani permasalahan yang terjadi.

“Kita lihat kedepan seperti apa. Intinya kami sebagai masyarakat adat tidak akan kehilangan upaya termasuk cara sumpah sakral tanah dengan tetesan darah hewan kurban untuk menghadapi segala bentuk permainan yang melukai kami warga masyarakat kecil. Tanah dan Leluhur akan memberi jawaban siapa-siapa yang bengkok dan pihak mana saja yang sudah mempecundangi kami masyarakat adat dalam permasalahan ini. Dan kami akan lakukan itu di sejumlah titik sentral termasuk di tengah Kota Mbay ini, di depan kantor-kantor orang besar”, tambah mereka.

Mereka berharap para pihak terkait harus memiliki niat baik untuk tidak serta merta melangkahi hak-hak warga adat budaya Labolewa.

“Tolong jangan ada rekayasa data nama warga, jangan ada rekayasa persetujuan pelepasan tanah, tetapi harus jujur mulai dari bagaimana kita berpikir dan bagaimana yang sebenarnya kita semua bekerja di lapangan. Ini tidak hanya tentang kita orang hidup, tetapi juga tentang tanah, batu, adat, leluhur dan alam semesta. Jangan main-main dengan memakai otak masa kini”, tutup Urbanus Papu.

WBN│Wil│Tim│Editor-Aurel

Share It.....