Bekasi, Jawa Barat – Anda tentu tidak asing dengan kesenian tanjidor. Pertunjukan musik tradisional Betawi ini tidak hanya membudaya di wilayah ibukota saja, Bekasi yang berbatasan langsung dengan Jakarta juga terkenal akan kesenian rakyat tersebut.
Kesenian tanjidor sudah ada sejak abad ke-14. Pertunjukan musik tersebut dibawa oleh bangsa Portugis yang kala itu datang ke Batavia, Kata (tanjidor) sendiri berasal dari Bahasa Portugis tangedor yang berarti alat musik berdawai. Pada perkembangannya, orkes tanjidor tidak hanya memainkan alat musik petik saja. Kesenian tersebut juga menggunakan klarinet, piston, trombon, saksofon, drum, perkusi, dan tambur.
Bangsa penjajah banyak membawa budak ketika datang ke Indonesia, Pesuruh-pesuruh yang dibawa dari Eropa tersebut memiliki banyak keahlian termasuk memainkan alat musik. Setelah sistem perbudakan dihapus tahun 1800-an, bekas budak yang memiliki keahlian bermusik membentuk kelompok kesenian dan lahirlah orkes tanjidor.
Tanjidor dimainkan dengan cara berkelompok. Dalam satu kelompok terdapat 7 hingga 10 orang. Karena mendapat pengaruh dari Eropa, musik yang dimainkan dalam orkes tanjidor menggunakan sistem nada diatonik. Sistem diatonik merupakan elemen dasar dalam teori musik Barat yang memiliki tujuh tangga dalam satu oktaf.
Kesenian tanjidor dikenal di Bekasi sejak abad ke-19. Tanjidor Bekasi berbeda dengan tanjidor yang ada di Jakarta maupun Tangerang. Kesenian Tanjidor di Kabupaten Bekasi mengandung unsur Parahiyangan atau Sunda karawitan. Sedangkan tanjidor yang berkembang di Kota Bekasi lebih kental dengan nuansa Betawi.
Tanjidor Bekasi biasa dipentaskan dalam berbagai acara seperti pernikahan, khitanan, pesta maupun hajatan, hingga peringatan proklamasi kemerdekaan. Kesenian ini juga kerap ditampilkan dalam perayaan tahun baru Cina atau Cap Go Meh. Sedangkan lagu yang biasa dibawakan dalam orkes tanjidor diantaranya Kramton, Bananas, Cente Manis, Keramat Karem atau Kramat Karem, Merpati putih, Surilang, dan sebagainya.
Penulis Ahmad
RED-WBN Are