“ Sebagai organisasi para pegiata pariwisata, seni dan budaya, Prawita GENPPARI sangat konsen dengan konsep dan implementasi pelestarian cagar budaya. Cagar budaya harus dijaga dan dirawat bersama sebagai warisan berharga. Bukan hanya tanggung jawab pengelola saja, melainkan juga seluruh masyarakat Indonesia. Kepedulian untuk menjaga dan merawat semua cagar budaya ini menjadi sangat penting untuk terus disosialisasikan dan diingatkan kepada generasi muda kita “, demikian disampaikan oleh Ketua Umum Prawita GENPPARI Dede Farhan Aulawi setelah mengunjungi Cagar Budaya Benteng Belanda di Pasir Ipis Lembang – Bandung, Kamis (17/9).

Selanjutnya Dede juga menjelaskan pengertian Cagar Budaya menurut UU No. 11 Tahun 2010 yang menjelaskan bahwa Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.

 

Suatu benda dapat dikatakan Cagar Budaya jika sudah melalui proses penetapan. Tanpa proses penetapan suatu warisan budaya yang memiliki nilai penting tidak dapat dikatakan sebagai Cagar Budaya. Pengertian penetapan menurut UU No. 11 Tahun 2010 adalah pemberian status Cagar Budaya terhadap benda, bangunan, struktur, lokasi, atau satuan ruang geografis yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota berdasarkan rekomendasi Tim Ahli Cagar Budaya. Disini jelas diatur bahwa yang berwenang untuk melakukan proses penetapan adalah pemerintah kabupaten/kota, bukan pemerintah pusat yang selama ini terjadi. Penetapan yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota harus berdasarkan rekomendasi dari Tim Ahli Cagar Budaya tingat kabupaten/kota. Oleh karena itu sudah seharusnya setiap kabupaten/kota memiliki Tim Ahli Cagar Budaya, yaitu kelompok ahli pelestari dari berbagai bidang ilmu yang memiliki sertifikat kompetensi untuk memberikan rekomendasi penetapan, pemeringkatan, dan pengapusan Cagar Budaya.

“ Sebagaimana diketahui bahwa kampung Pasir Ipis Lembang ini merupakan salah satu area Cikahuripan yang menjadi salah satu pintu masuk menuju objek Wisata Cagar Budaya Sejarah Benteng Belanda Cikahuripan. Di tempat ini para wisatawan akan disuguhi sebuah panorama alam yang sangat indah sekali, mulai dari menghirup udara segar, hutan tropis lembab dan pengalaman baru yang sangat berkesan. Meskipun langkahnya cukup menguras keringat, tetapi tentu sangat baik untuk memelihara kesehatan dan juga menjaga stamina kesehatan tubuh “, ungkap Dede.

 

Jika melihat ciri-ciri umum benteng ini mempunyai struktur bangunan yang berbentuk segi empat, yang memperlihatkan kekokohan suatu bangunan benteng. Dengan tinggi ±10 meter, luas 5.000 m2 hingga 10.000 m2, tebal dinding 1 – 1,5 meter, tebal lantai 1 – 120 meter dan mempunyai dua lantai. Lantai pertama mempunyai 4 pintu gerbang, ruangan besar, ruangan kecil, pintu penghubung antar ruangan maupun pintu keluar benteng, ±8 anak tangga, ke latai dua, dan dua tangga darurat.

 

Benteng di Cikahuripan umumnya adalah tipe benteng yang didasari pada dikotomi geografis pedalaman, topologi budaya agraris, atau administratif (pusat kekuasaan dan daerah taklukan atau vasal). Kekuatan Bangunan benteng Belanda ini sangat kuat, karena rata-rata pondasi bangunanya menggunakan batu pada seluruh permukaan dindingnya. Dari segi warna, bangunan berarsitektur Belanda ini memiliki warna yang simple (selalu warna putih mendominasi). Ciri benteng Di Cikahuripan memiliki ciri khas tersendiri yang menunjukkan identitas suatu benteng. Menurut keterangan mantan veteran pejuang 1945, Abah Aseh yang sekarang tinggal di Kampung Cidepong Desa Sumur Bandung Barat Cipatat, bahwa benteng Di Cikahuripan ini diperkirakan dibangun tahun 1917. Pada tahun 1917 ini, sebagai Gubernur Jenderal pemerintahan Hindia Belanda, yaitu Graaf Van Johan Paul Limburg Stirrum yang menjabat dari tahun 1916-1920.

 

Benteng ini disiapkan untuk menghadapi Perang Dunia ke II, sekaligus untuk menghadapi serangan tentara Jepang, yang datang ke Jawa Barat melalaui Kalijati, Ciater, Lembang dan selanjutnya menuju Bandung. Di atas bukit ini pada waktu itu ditempatkan jenis senjata artileri medan atau artileri gunung, dan meriam penangkis serangan udara, serta moncong senjata mitraliur berat jenis Browning kaliber 12,7 mm yang siap memuntahkan peluru ke arah penyerang yang datang. Tentu bisa dibayangkan pertempuran demi pertempuran pada waktu itu. Kegigihan para pahlawan kusuma bangsa dalam merebut kemerdekaan tersebut, seyogianya bisa menginspirasi semangat generasi muda dalam mengisi kemerdekaan dengan pembangunan dan berprestasi di bidangnya masing – masing.

 

“ Terlebih di pasir ipis ini juga terdapat area wisata keluarga yang sangat cocok untuk berkemah. Pemandangan yang indah ini sudah dilengkapi dengan beberapa spot untuk selfie yang sangat menakjubkan. Apalagi sudah tersedia juga mushola dan toilet sebagai salah satu prasyarat penting dalam mengelola sebuah objek wisata. Jadi yang ingin mengetahui dan bisa menikmatinya, untuk tidak ragu datang ke tempat tersebut “, pungkas Dede mengakhiri keterangannya.

Reporter Hidayat | redpel ndra

Share It.....