
WBN │ Proses angkut dan bongkar batu bara melalui Jetty, di Desa Keliwumbu, Kecamatan Maurole, Kabupaten Ende, Flores, NTT, menuju kawasan Perusahan Listrik Tenaga Uap (PLTU) Ropa, yang dilakukan oleh PT. Adi Guna Putra (AGP), viral beranda berita menyebut diduga belum dan atau tidak kantongi ijin resmi.
Atas heboh beranda berita yang menyebut Jetty dan PT. AGP diduga tidak kantongi ijin, Penanggung Jawab Perusahaan, PT. Rasyid Putra Mando, Jhony Rasyid akhirnya turut bersuara menyampaikan catatan dan pandangannya.
Ditemui di kantornya, (20/03/2023), Jhony Rasyid menegaskan, pihaknya selaku perusahaan yang menang tender dan melakukan proses bongkar muat batu bara untuk kebutuhan PLTU Ropa selama ini, sebelum dilakukan oleh PT. AGP, perusahaanya sudah lama sebagai kontraktor lokal pelaksana bongkar muat batu bara yang memiliki Surat Ijin Usaha Perusahaan Bongkar Muat (SIUPBM) dan resmi beroperasi di wilayah Kabupaten Ende selama ini.
“Perusahaan kami telah melaksanakan atau melakukan pekerjaan bongkar muat batu bara melalui prosedur resmi. Dalam melaksanakan proses bongkar muat tersebut, hanya ijin Jetty yang menjadi persoalan waktu itu. Dari awal mula Jetty memang tidak memiliki ijin resmi, dan kami mengkaji kembali dengan pihak-pihak terkait, namun kami bersepakat waktu itu untuk tidak mengesampingkan kebutuhan listrik bagi masyarakat,” papar Jhony.
Menurut Jhony, dirinya baru mengetahui melalui pemberitaan media online, bahwa Perusahaan PT. Adi Guna Putra yang melaksanakan bongkar muat batu bara saat ini tidak memiliki ijin resmi.
Penanggungjawab PT. Rasyid Putra Mando, kepada tim media ini di Ende, Senin (20/3/2023), menyampaikan, bahwa masalah ijin yang saat ini digunakan untuk bongkar muat, baik menyangkut Jetty dan PT. AGP, sama-sama tidak memiliki ijin.
“Sebenarnya ini ada apa?, tanya Jhony Rasyid.
Dia mengatakan, dalam aturannya, Perusahaan PLTU dibangun merupakan juga satu kasatuan dengan Jetty, sebagai tempat pendaratan untuk bongkar muat batu bara. Lalu mengapa pihak PLTU tidak membangun Jetty yang sudah ditentukan titik atau garis pantainya oleh Dirjen Perhubungan untuk sekitar lokasi PLTU, sebab ada anggarannya.
“Pertanyaan kita, dimana anggaran untuk membangun Jetty. Apakah uang tersebut dikembalikan ke negara?”, tambah Jhony Rasyid.
Lanjut Jhony, saat PLTU melakukan tender ulang beberapa waktu lalu, perusahaannya juga ikut tender bersama PT. AGP, namun dimenangkan PT. AGP, selaku pihak ketiga, sebagai perusahaan yang berkontrak kerja dengan PLTU untuk suplai batu bara.
“Lalu, perusahaan kami dinyatakan kalah dalam proses tender tersebut. Berikutnya, mengapa tender dimenangkan PT. AGP, sementara PT.AGP sendiri bukan perusahan bongkar muat, karena tidak memiliki SIUPBM. Tetapi dimenangkan dalam proses tender tersebut”, jelas Jhony.
Menjawab sorotan mengapa pihak PLTU Ropa tidak miliki Jetty sendiri untuk bongkar batu bara yang akan digunakan oleh PLTU. Menurut Jhony, hal tersebut ada aturanya, bahwa dimana ada PLTU didirikan, disitu ada pelabuhan Jetty.
PLTU dan Jetty, kata dia, merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
“Setahu saya, ada ijin untuk Jetty saat itu, tetapi tidak dibangun atau belum dibangun oleh pihak PLTU Ropa. Harapan saya untuk saat ini PLTU tetap beroperasi dan pasokan batu bara tetap ada, sehingga masyarakat bisa terlayani listrik”, kata Jhony.
“Kita berharap, pihak PLTU Ropa maupun PT. Adi Guna Putra selaku pihak yang berkontrak dengan PLTU Ropa, untuk mensuplai batu bara dan segera akhiri polemik dengan mengkaji ulang aturan-aturan yang ada, termasuk melaksanakan proses tender ulang yang menurut rencana dilaksanakan pada bulan april”, imbuhnya.
Menanggapi persoalan penggunaan Jetty yang digunakan oleh PLTU Ropa untuk bongkar muat batu bara yang diduga tidak kantongi ijin kementerian, Jhony Rasyid menjelaskan, sesuai Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2021 ‘Penyelenggaraan Pelabuhan Laut Pasal 75 Ayat (1) Setiap orang yang memanfaatkan garis pantai untuk membangun fasilitas dan/atau melakukan kegiatan tambat kapal dan bongkar muat barang atau menaikkan dan menurunkan penumpang untuk kepentingan sendiri di luar kegiatan di Pelabuhan, Terminal Khusus, (Tersus) dan Terminal untuk Kepentingan Sendiri (Tuks), wajib memiliki ijin.
”Dalam rumusan tersebut terdapat kalimat yang berbunyi “wajib memiliki ijin”, maka siapapun yang memanfaatkan garis pantai sebagaimana disebutkan, harus memiliki ijin. Jika tidak memiliki ijin, maka tidak bisa melakukan aktivitas. Apabila PLTU dan PT. AGP selaku pihak yang menggunakan Jetty tidak mengantongi ijin, maka hal tersebut dinilai telah melanggar Peraturan Menteri Perhubungan No. 50 tahun 2021”, tutup Jhony Rasyid.
Terhadap viral kabar dugaan Jetty dan PT. AGP belum kantongi ijin, media ini belum berhasil mengkonfirmasi para pihak terkait, guna mendapat rilis tanggapan untuk kabar khalayak.
Media ini melalui tim rangkuman serta koresponden Kabupaten Ende siap menerima jawaban ataupun rilis tanggapan para pihak terkait, guna diberitakan pada edisi selanjutnya untuk informasi khalayak.
DM – Tim │WBN