WBN │Mosalaki Persekutuan Tanah Nggesa Biri di wilayah Kecamatan Detukeli Kabupaten Ende, Pulau Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur, dikutip redaksi media ini, (02/11/2021) menyampaikan larangan kepada PT Yetti Dharmawan Kabupaten Ende untuk tidak membeli material batu dari Mbotuda di wilayah Tanah Persekutuan Adat Nggesa Biri, sebab sedang terjadi silang sengketa permasalahan di lapangan.

Penegasan ini diutarakan oleh Mosalaki Pu’u, Tanah Persekutuan Nggesa Biri, Setu Sambi, bersama Mosalaki Paki Tana, Petrus Tote dan Mosalaki Ria Bewa, Felix Ndoki, (02/11/2021).

Dikutip media ini, (02/11/2021), Mosalaki Pu’u, Tanah Persekutuan Nggesa Biri, Setu Sambi, bersama Mosalaki Paki Tana, Petrus Tote dan Mosalaki Ria Bewa, Felix Ndoki mengungkapkan, pengambilan batu di Mbotuda sejak awal penggarapannya sudah menuai pertanyaan dan polemik di lapangan. Pihak Mosalaki sempat mempertanyakan mengapa material batu dari tempat itu secara serta merta sudah dikomersialisasi untuk kepentingan proyek. Pasalnya terkait Proyek Jalan Magekoba-Maurole.

Menurut mereka, di sepanjang lokasi pengggalian material batu, itu berawal dari longsoran jalan yang materialnya menutupi badan jalan. Selanjutnya dibersihkan, dan pihak Mosalaki maupun Pemerintah Desa Nggesa Biri mengumumkan bahwa material longsoran yang dibersihkan itu silahkan dipergunakan untuk keperluan warga. Namun, diuraikan, usai pembersihan longsoran tersebut, justeru ada kelanjutan pemanfaatan material batu, berupa penggalian material untuk kepentingan proyek, diduga untuk kepentingan dukungan material pengerjaan jalan Magekoba-Maurole.

Merasa melangkahi proses maupun prosedur adat setempat ataupun terhadap pihak Desa Nggesa Biri, kejadian tersebut menjadi pertanyaan para pihak di lapangan dan sempat menjadi perbincangan serius di kalangan masyarakat.

“Disitu awalnya adalah longsoran, lalu longsoran itu dibersihkan. Dari pada dibuang-buang percuma, maka material longsoran dipersilahkan untuk dipakai oleh warga, tetapi lambat laun jadinya penggalian material batu, dan kami menduga kuat hal itu berkaitan dengan dukungan pasokan material untuk proyek Jalan Magekoba-Maurole yang dikerjakan oleh rekanan PT Yetti Dharmawan Kabupaten Ende. Dalam hal ini terjadi transaksi ataupun kontrak material. Untuk diketahui, kami selaku Mosalaki Persekutuan Tanah Adat Nggesa Biri tidak mengetahui proses maupun prosedurnya, namun di lapangan terus dilakukan penggalian”, ungkap Mosalaki Persekutuan Adat Nggesa Biri, Felix Ndoki bersama Mosalaki Pu’u, Setu Sambi, dan Mosalaki Paki Tana, Petrus Tote.

Mosalaki Ria Bewa Nggesa Biri, Felix Ndoki yang juga menjabat sebagai Sekretaris Desa Nggesa Biri mengungkapkan, pihak Desa Nggesa Biri juga tidak mengetahui proses dan prosedur pengambilan batu-batu dari wilayah Mbotuda (titik sengketa), sebab belum ada izin sebagaimana instrumen pengadaan material untuk proyek pembangunan.

“Selain sebagai Mosalaki Ria Bewa, saya sebagai Perangkat Desa Nggesa Biri, perlu menjelaskan bahwa kami belum mengetahui seperti apa legal standing proses pengambilan batu-batu dari titik itu. Ketidaktahuan kami sangat beralasan, sebab sejak penggarapannya tidak ada proses resmi yang ditempuh untuk tingkat terbawah. Mungkin ada proses pada tingkatan yang lebih di atas, tetapi untuk hal itu kami di Desa tidak tahu menahu”, ungkap Felix Ndoki.

Mosalaki Persekutuan Nggesa Biri Pasang Tanda Larang Jangan Garap Batu

Dikutip redaksi berita media ini, (02/11), Mosalaki Persekutuan Adat Nggesa Biri memasang tanda larang pengambilan material batu untuk sementara waktu di lokasi. Pelarangan dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan proses ritual adat setempat bernama Teo Tipu.

Teo Tipu Tanda Rara dilakukan pada, Selasa (02/11/2021) oleh Mosalaki Persekutuan Tanah Nggesa Biri, Kecamatan Detukeli, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur.

“Teo Tipu sebagai tanda larang secara adat, karena ada masalah dan ada kerawanan. PT Yetti Dharmawan kami desak jangan beli batu dari Mbotuda demi kebaikan bersama”, ungkap Mosalaki Pu’u, Setu Sambi.

Diuraikan juga bahwa, ada silang sengketa lapangan, bahkan menyangkut pengakuan atas kedudukan sah dari Persekutuan Adat Nggesa Biri. Namun, menurut mereka, jika ditarik mundur ke era-era leluhur dulu, sebenarnya keharmonisan adat budaya tanah persekutuan Nggesa Biri tidak tercerai berai, namun dalam perjalanannya timbul gesekan demi gesekan, hingga berpuncak pada upaya tidak mengakui lagi kedudukan Mosalaki Persekutuan Adat Nggesa Biri yang sah.

“Ada peristiwa tidak mengakui kedudukan sah Mosalaki Nggesa Biri, tetapi hanya sebatas tidak mengakui lalu terjadi aksi-aksi di lapangan. Maka saat ini, kami dari Mosalaki menempuh juga upaya Hukum Perdata untuk itu, demi meluruskan adat budaya yang sesungguhnya”, ungkap tiga Mosalaki Tanah Nggesa Biri.

Dikutip media ini, (02/11), pihak Mosalaki Tanah Nggesa Biri juga mengungkapkan, dalam silang sengketa lapangan, potensi rawan sudah terbuka lebar, bahkan, lanjut mereka, sebelumnya sudah ada kejadian pengancaman kepada pihak Mosalaki, dan permasalahannya sudah dilaporkan ke Polsek terdekat yakni Polsek Maurole, sebagai Laporan Pidana Tindak Pengancaman menggunakan Sajam (Senjata Tajam).

Sambil menempuh upaya Perdata melalui jalur hukum negara, pihak Mosalaki Nggesa Biri berharap langkah Kamtibmas, dalam hal ini Polres Ende dapat siaga memonitor keamanan di lapangan, sebagaimana penegasan Kapolri bahwa Polri harus satu langkah lebih cepat menyerap gejala maupun peristiwa di lapangan.

“Kami Mosalaki tempuh Perdata untuk pembuktian kebenaran atas sikap tidak mengakui kedudukan kami sebagai Mosalaki Persekutuan Tanah Nggesa Biri. Tapi untuk Kamtibmas, kami minta daerah dan Polres Ende agar tidak lalai, sebab potensi rawan selalu ada di lapangan”, ujar para Mosalaki Nggesa Biri.

Larangan terhadap PT Yetti Dharmawan untuk tidak menggunakan material batu dari Mbotuda, menurut para Mosalaki Nggesa Biri, berawal dari aksi penggalian material di lapangan yang tidak mengindahkan pendekatan demi pendekatan baik dari pihak Mosalaki.

“Hubungan dengan PT Yetti Dharmawan sebenarnya baik-baik saja. Tidak ada masalah sebelumnya. Bahkan pada tahun-tahun lalu, koordinasi tiga tungku berjalan sebagaimana mestinya. Kalau ada pengerjaan, pihak rekanan melalui unsur-unsur di lapangan selalu saling mendukung, bahkan jika ada proses upacara adat yang dalam bahasa Lio disebut dengan “Nggua Bapu”, mereka juga terlibat dengan caranya. Dalam adat dan kesakralan budaya, ada istilah “Pire” atau Pantangan menggali tanah, melukai tanah disaat ritual adat berlangsung. Dulu Pire atau Pantangan itu diikuti dengan cara jedah sementara untuk tidak menggali tanah dan batu saat upacara adat berlangsung. Upacara adat pun tidak makan waktu berlama-lama, sehingga tidak merugikan siapa-siapa. Tetapi tahun ini, Pire Nggua atau pantangan itu dilangkahi dengan tau dan mau, meski dari pihak kami Mosalaki sudah beberapa kali datang menyampaikan secara baik-baik agar jedah sementara waktu dulu. Berikutnya habis ritual adat, baru boleh dilanjutkan lagi. Tetapi permintaan ini tidak diindahkan bahkan diperintahkan kerja terus, sehingga mereka terus menggali dan menggarap. Itu sebabnya, sehinga kami sebagai Mosalaki merasa ada upaya pembangkangan yang sebenarnya tidak perlu dilakukan. Maka dari itu, kami memutuskan melakukan pelarangan dengan membuat ritual Teo Tipu Tanda Rara”, ujar Mosalaki Setu Sambi, Mosalaki Petrus Tote dan Mosalaki Felix Ndoki.

Menurut para Mosalaki, jika pengambilan batu di Mbotuda adalah bagian dari kerjasama garap batu untuk material proyek, maka stop garap agar tidak dianggap memicu konflik secara lebih jauh.

PT Yetti Dharmawan Koordinasi Internal, Polres Ende Dalami Peristiwa

Dikonfirmasi redaksi media ini, (02/11) sejumlah unsur penting PT Yetti Dharmawan Kabupaten Ende, menyampaikan telah menerima informasi dan tengah berkoordinasi secara internal atas pengaduan maupun permasalahan dan potensi rawan yang terjadi di lapangan.

Dikutip informasi akurat konfirmasi redaksi media ini, tidak hanya koordinasi unsur PT Yetti Dharmawan di lapangan, namun pimpinan utama PT Yetti Dharmawan juga tengah memantau langsung proses koordinasi internal menanggapi peristiwa.

Sementara itu, Polres Ende Flores, dikutip redaksi berita, (02/11), sudah dan selalu memantau peristiwa, dan terus mendalami kerawanan lapangan melalui unit-unit terkait di Polres Ende Flores, Nusa Tenggara Timur.

WBN│Tim│Editor-AD

Share It.....