Terkait Waduk Lambo, Wartawan Dilarang Rekam Dialog Bupati Dan Warga

WBN│ Dialog penyampaian aspirasi Warga Persekutuan Adat Labolewa dengan Bupati Kepala Daerah Kabupaten Nagekeo, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Johanes Don Bosco Do yang digelar di Aula Kantor Daerah setempat, (08/11), ditandai dengan sebuah catatan unik, wartawan tidak diizinkan merekam video proses dialog aspirasi di dalam aula daerah setempat.

Sebelumnya dikabarkan, ada apa dengan pengadaan Tanah Waduk Lambo Nagekeo. Musyawarah Penetapan Ganti Rugi Pengadaan Tanah Pembangunan Waduk Lambo tanggal 8 November 2021, yang digelar di Pepita Hotel Kota Mbay, dihiasi sejumlah peristiwa penting. Ratusan Warga dari Persekutuan Masyarakat Adat Labolewa mendatangi Kantor Bupati Nagekeo guna menemui langsung Bupati setempat untuk menyampaikan berbagai masalah pengadaan tanah waduk, namun Bupati tidak dapat ditemui karena sedang membuka kegiatan Musyawarah Penetapan Ganti Kerugian Tanah Pembangunan Waduk. Masyarakat bergerak menuju Pepita Hotel dan menemui Bupati dan disepakati dialog di Aula Kantor Daerah, masyarakat kembali menuju Kantor Bupati Nagekeo dan dilakukan dialog aspirasi.

Sebelum mendatangi Kantor Daerah guna bertemu Bupati setempat, aksi ratusan warga Persekutuan Adat Labolewa mencari Bupati mereka didahului dengan penyampaian surat pemberitahuan aksi aspirasi damai yang secara resmi disampaikan juga kepada pihak keamanan setempat, Polres Nagekeo, Flores.

“Dari media ya, silahkan masuk ambil gambar, tetapi hanya pada saat sebelum proses dialog antara masyarakat dan Pa Bupati berlangsung. Saat dialog nanti, mohon tidak berada dalam ruangan mengambil gambar. Boleh berada di sekitar sini, tetapi tidak boleh ambil gambar dalam Aula saat Dialog Pa Bupati dengan warga masyarakat berlangsung”, kata Petugas berseragam Dinas Pemda Nagekeo yang saat itu nampak berjaga di depan pintu masuk aula daerah setempat, memberitahukan kepada crew media ini, (08/11).

Buntut dari kejadian ini, crew Pers WBN tidak dapat merekam proses dialog Bupati Nagekeo dan Warga Persekutuan Adat Labolewa, serta tidak dapat mengambil keterangan Bupati setempat yang diutarakan kepada warganya pada saat dialog berlangsung.

Dialog aspirasi warga yang sebenarnya merupakan urusan publik dan dapat dikabarkan seluruh prosesnya kepada negara, atau dengan kata lain dialog tersebut bukan urusan privat, sebab dialog digelar dengan menyertakan ratusan warga masyarakat adat Labolewa, hanya dapat diliput crew media ini dari luar aula pertemuan sehingga tidak dapat menurunkan gambar video jawaban Pemerintah Daerah Nagekeo, dalam hal ini Bupati Don Bosco Do kepada warga Labolewa dalam temu aspirasi di aula daerah setempat.

Hingga berita ini diturunkan, media ini belum mendapat jawaban atas aturan protokler pelarangan wartawan mengambil gambar saat dialog aspirasi berlangsung.

Rangkuman sejumlah sumber lapangan yang bisa dipercaya menyebutkan pada awal kepemimpinan Bupati Nagekeo Johanes Don Bosco Do, keterbukaan informasi publik dan ruang peliputan berita sangat terjamin dalam lingkup Pemda Nagekeo, namun seiring waktu berjalan, ada kejadian temu kemitraan antara Bupati Nagekeo dan sejumlah crew media yang membiacarakan sejumah materi secara kemitraan dan ada hal-hal yang bersifat of the record, berikutnya tidak disangka tersebar luas ke jagat media sosial.

Baca juga berita ini : http://https://warisanbudayanusantara.com/2021/11/10/ada-apa-dengan-pengadaan-tanah-waduk-lambo-nagekeo-simak-ini/

“Dulu awalnya Pa Bupati cukup terbuka dengan media, namun berikutnya terjadi sedikit catatan kejadian. Mungkin peristiwa itulah yang memicu. Kalau tidak salah dengar, pernah ada pertemuan kemitraan media dengan Bupati, dan dalam bincang-bincang kemitraan seperti biasa ada hal-hal yang sifatnya of the record, tetapi setelah pertemuan itu beredar rekaman atau informasi hal-hal of the record itu ke dunia medsos. Kita sayangkan bersama peristiwa itu terjadi, sehingga hari ini bisa saja terjadi hal-hal seperti ini, Pers secara universal seolah-olah dikira sama akan berbuat demikian”, ungkap salah satu Jurnalis yang bertugas di bumi Nagekeo kepada crew media ini.

Terhadap peristiwa ini, redaktur pers WBN cabang NTT, Aurelius Do’o menilai seandainya benar kejadian ini dipicu oleh peristiwa masa lalu, maka sudah saatnya Pemerintah Daerah setempat tidak mencampur baur urusan of the record yang tersiar ke dunia luar itu, dengan mencoba menerapkan pola tertutup pada masa-masa berikutnya. Sebab, kata dia, menggeneralisir suatu peristiwa sangat tidak menguntungkan bagi sebuah kepemimpinan dalam level apa pun.

“Jika seandainya benar demikian kisahnya, maka sudah waktunya Bupati Nagekeo mengambil sikap tidak menggeneralisir kejadian terhadap Pers dalam melayani percepatan informasi publik bagi Nagekeo, masyarakat, bangsa dan negara ini. Menutup ruang gerak peliputan berita sangat berpotensi memiskinkan berbagai nilai kearifan Nagekeo dan bisa mengarah kepada pratek-praktek yang tidak regulatif terhadap kehadiran pers di Nagekeo, anti dinamika dan tidak santun dalam berdemokrasi dimana pers merupakan pilar keempat dalam membangun bangsa dan menyokong kemajuan peradaban bernegara. Dengan peristiwa seperti ini, saya pikir Pa Bupati Nagekeo sedang mendapat kesempatan baik untuk segera menatap ke dalam”, tegas red WBN NTT, Aurel Do’o.

WBN│Wil │Tim

Share It.....