Mengenal Adat Istiadat “Tunggu Tubang” Semende Suku Yang Tersebar Dibawah Kaki Bukit Barisan

Marsal, salah satu pemerhati budaya Semende, menjelaskan perihal daerahnya. Ia menjelaskan secara etimologi, Semende itu terdiri dari tiga suku kata. Se berarti satu dalam bahasa orang Semende. Huruf M pada kata Semende itu mengandung makna Muhammad. Lalu, ende berarti kepunyaan.

“Jadi secara etimologi, satu hanyalah Allah. M itu adalah Muhammad, ende itu kepunyaan. Begitulah diartikannya secara religius,” jelas pria yang pernah menjadi dosen di Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Serasan Muaraenim.

Konsekuensi dari terjemahan tersebut, Marsal mengatakan, hampir semua penduduk yang ada di wilayah Semende itu beragama Islam. “Di sana 100 persen orang Islam. Orang Cina mau masuk ke sana, tidak bisa,” kata ayah tiga anak ini.

Tradisi Tunggu Tubang
Hal unik dari Semende yang tak dapat ditemukan di daerah lain terkait dengan tradisi tunggu tubang. Marsal menjelaskan tunggu tubang ini merujuk pada arti jabatan atau gelar yang diberikan kepada anak perempuan tertua.

Hak yang melekat dari seorang tunggu tubang, kata dia, mendapatkan warisan pusaka berupa tanah dan rumah. “Harta tunggu tubang ini tidak bisa diperjualbelikan. Harta ini merupakan hak waris yang bersifat turun temurun dan harus dijaga ke generasi selanjutnya,” jelasnya.

Posesi Adat saat Pernikahan

Dengan keistimewaan tunggu tubang tersebut, maka seorang pria yang hendak menikahi anak perempuan pertama warga Semende tentunya harus memiliki modal lebih. “Minimal mereka harus menyiapkan kerbau sebagai maharnya,” kata Juarsah, wakil bupati Muara Enim yang juga putera asli daerah Semende. “Tidak ada kata tidak mampu kalau mau mendapat istri tunggu tubang. Karena nantinya mereka akan mendapatkan warisan berupa tanah dan rumah,” lanjutnya.

Tradisi keluarga yang sudah melembaga sebagai adat Semende ini, diakui oleh Juarsah menyimpan nilai positif buat kelangsungan generasi penerus Semende. “Dengan tidak bolehnya menjual harta tunggu tubang maka di Semende ini tidak ada terjadinya alih fungsi lahan,” jelasnya.

Inilah kearifan Semende. Tak hanya mengandalkan alamnya yang eksotis namun Semende juga sangat arif untuk menjaga kelangsungan harta pusaka mereka agar tetap terwarisi kepada generasi penerusnya melalui tradisi tunggu tubang.

Tak lengkap rasanya perjalanan ke Semende jika sampai melupakan diri untuk menyeruput kopi. Promosi itu memang kerap disampaikan setiap kali berbincang-bincang dengan warga Semende yang ada di Muara Enim. Ya, Semende memang dikenal sebagai salah satu pemasok kopi dari Sumatera Selatan.

Kopi asal Semende umumnya berjenis robusta. Namun, dalam sepuluh tahun terakhir, para petani di Semende mulai membudidayakan kopi jenis Arabica. “Kopi Semende ini sudah banyak dikenal tapi memang belum maksimal dipromosikan secara lebih lebih luas,” kata Wakil Bupati Muara Enim, Juarsah.

Juarsah mengatakan tanaman kopi asal Semende ini bersifat endemik. Artinya, ketika tanaman kopi dari Semende ini dibudidayakan di tempat lain maka aroma yang dihasilkannya akan berubah. “Saya tidak begitu paham mengapa bisa sampai seperti itu,” ujarnya.

Jon Ismail, salah satu pemerhati kopi asal Muara Enim, mengatakan kopi Semende ini memang memiliki aroma yang kuat. Sayangnya, kopi asal Semende ini masih belum diolah secara maksimal, khususnya pada saat memasuki pascapanen. Padahal kopi jenis robusta dari Semende ini, kata dia, memiliki aroma yang tajam.

“Umumnya warga di Semende masih mengolah pascapanennya sangat alami sekali. Buat kopi, pengolahan semacam ini sangat berpengaruh terhadap cita rasa saat sudah diseduh,” kata pria pemilik kedai Duta Koffie di Muara Enim ini.

Jon mengatakan kualitas rasa kopi asal Semende sebenarnya sudah setara dengan kopi-kopi nusantara lainya seperti kopi Gayo, Flores, maupun Toraja. Bahkan dari banyak cerita masyarakat setempat, ia mengatakan muasal kopi Lampung ini sesungguhnya berasal dari Semende. “Jadi tinggal bagaimana mempromosikannya saja supaya kopi Semende ini lebih dikenal lagi secara luas di Indonesia,” ujarnya.

Terkait ikhtiarnya memasyarakat kopi Semende agar diterima secara lebih luas, Jon menyiapkan pula dalam beragam jenis. Bagi yang gemar jenis kopi yang pekat, ia sangat menyarankan untuk menikmati espresso robusta atau ristretto double, yakni pengemasan ekstrak kopi murni dengan durasi waktu seduh sekitar 12-15 detik. “Buat yang suka dengan rasa yang segar, saya juga sudah menyiapkan kopi secam, yakni dengan menambahkan rum halal dan soda. Ini sangat segar,” katanya.

(S Erfan Nurali)

Share It.....