Saksi Sebut Ada Penyangkalan Keturunan Pada Perkara Sere Molo Suku Sabe Kodomado Di PN Bajawa

WBN │Perkara ahli waris sa’o atau ahli waris rumah adat Sere Molo dalam Suku Sabe Kodomado di Kampung Pudu, Desa Were II, Kecamatan Golewa Selatan, Kabupaten Ngada, NTT di Pengadilan Negeri Bajawa, nomor : 18/Pdt.G/2022/PN Bjw, yang sudah memasuki sidang periksa ahli pihak Penggugat dan pemeriksaan saksi pihak Tergugat, dihiasi kesaksian mencengangkan, aroma sangkal keturunan.

Kepada media ini, (01/12/2022) dua orang saksi Tergugat, Alfonsius Meo (77th) dan Ketua Suku Dumi, Hendrikus Wawo (60th) menyebut ada penyangkalan keturunan dalam sila-sila yang dibuat oleh Penggugat. Mereka  menyoroti sila-sila Lako Luna dan berikutnya Ytu Meo yang menurut mereka adalah leluhur dari para Penggugat, namun nama Lako Luna tidak muncul dalam sila-sila Penggugat perkara.

Saksi Tergugat, atas nama Alfonsius Meo (77th) dan Ketua Suku Dumi, Hendrikus Wawo (60th) juga memastikan bahwa mereka masih memiliki hubungan keluarga dengan para Penggugat.

Dalam keterangan kepada wartawan, saksi juga menyampaikan bahwa di hadapan Majelis Hakim, saksi  menceriterakan sosok leluhur bernama Lako Luna. dan Majelis menanyakan saksi mengetahui dari mana tentang Lako Luna, lalu  saksi menjawab  mengetahui Lako Luna berdasarkan ceritera dari ayah saksi semasa hidup, dimana sang ayah membagikan ceritera kepada dirinya, sebab Lako Luna berasal dari Sa’o Rua Go yang patut diketahui oleh keturunan selanjutnya.

“Sepengetahuan saya, Lako Luna merupakan nenek moyang dari para Penggugat. Saya tidak tahu mengapa tidak munculkan nama Lako Luna dalam sila-sila mereka. Menurut saya mereka mungkir leluhur. Saya berasal dari Sa’o Rua Go Suku Dhaga, Kampung Mawo, Desa Nirmala, Kecamatan Golewa Selatan. Lako Luna berasal dari Sa’o Rua Go dan ayah saya berceritera sejarah kepada kami untuk diteruskan kepada keturunan, termasuk tentang Lako Luna. Leluhur yang bernama Lako Luna sebenarnya bukan orang lain, karena Lako Luna dari Rua Go, maka saya menjadi saksi sejarah tentang Lako Luna. Saya hanya mau meluruskan sejarah agar tidak ada penyangkalan terhadap leluhur. Isteri dari Lako Luna bernama Goja, lalu anak mereka bernama Wea Goja, yang selanjutnya menikah dengan seorang Putri bernama Ytu Meo, berasal dari Sa’o Tumai, Suku Dumi. Setahu saya, para Penggugat berasal dari keturunan Ytu Meo dan Ytu Meo tidak perna di belis keluar dari Suku Dumi”,  ungkap Saksi Alfonsius Meo (77th) saat ditanya wartawan, (01/12/2022).

Menanggapi Saksi Alfonsius Meo (77th) tentang Lako Luna yang tidak dimunculkan, bahkan Saksi menyebut Penggugat sangkal keturunan, konfirmasi tim media ini secara langsung kepada Kuasa Hukum para Penggugat, Ryan Watu Ngadha, SH.,M.Hum, di Pengadilan Negeri Bajawa (01/12/2022), Kuasa Hukum Penggugat melontarkan jawaban singkat, mengatakan kesaksian Alfonsius Meo tidak benar.

“Kami tidak tahu nama itu, dalam sila-sila para Penggugat tidak ada nama Lako Luna. Keterangan Saksi Tergugat adalah tidak benar”, jelas Kuasa Hukum Penggugat, Ryan Watu Ngadha, SH.,M.Hum dan Cornelis Leta Uma, SH, (01/12/2022).

Berdasarkan data bagian informasi PN Bajawa, (01/12/2022), Penggugat perkara nomor : 18/Pdt.G/2022/PN Bjw, adalah Bernadus Mawo, Petrus Lako, Ambrosius Meze, Donatus Sila, Maria Waso, Agustina Loza dan Paulus Dheo, dengan menggunakan Kuasa Hukum Ryan Watu Ngadha, SH.,M.Hum dan Cornelis Leta Uma, SH.  Sedangkan Tergugat adalah Yulius Wogo, Feliks Jawa, Marfina Ifu, Petrus Gale, Markus Fale, Stefanus Kaki, Andreas Mu, Khatarina Resi dan Hendrikus Ngete, menggunakan Kuasa Hukum, Mbulang Lukas, SH, Abraham Ala Aka, SH.

Berikutnya, Saksi Tergugat bernama Hendrikus Wawo (60th) selaku Ketua Suku Dumi, kepada wartawan (01/12/2022), lagi-lagi menerangkan sejarah Ytu Meo yang adalah warga Suku Dumi.

Menurut dia, Ytu Meo berkaitan langsung dengan para Penggugat. Ytu Meo merupakan Nenek dari para Penggugat, kata Hendrikus Wawo.

Dikatakannya, dalam sejarah Suku Dumi, Ytu Meo tidak perna dibelis keluar dari Suku Dumi, maka keturunan Ytu Meo, termasuk para Penggugat adalah Warga Sa’o Tumai, Suku Dumi, atau bukan merupakan Warga Suku Sabe Kodomado, Sa’o Seremolo, meskipun kata dia, ada sejarah kebersamaan sampai hari ini hidup di Kampung Pudu sebagai saudara dalam tali kekerabatan dan kawin mawin.

Suku Dumi, lanjutnya, menggunakan pola perkawinan Matrilineal, laki-laki kawin masuk mengikuti pasangan perempuan yang dinikaihinya. Sejarah Ytu Meo pun tidak di belis keluar tetapi laki-laki kawin masuk ke Suku Dumi.

“Keturunan Ytu Meo adalah warga saya, warga Suku Dumi”,  tegas Ketua Suku Dumi, Hendrikus Wawo.

“Dari dulu mereka semua hidup damai di Kampung Pudu, tidak ada kerusuhan dan gugat menggugat, tetapi zaman sekarang ya sangat berbeda sekali. Kelihatan tidak ada kerukunan lagi. Saya rasa kasihan nenek moyang yang sejak zaman dahulu memesan hidup harus berbaikan, tetapi jadinya sekarang justeru seperti itu”, ujar Hendrikus Wawo.

Menanggapi nomor perkara yang di sidangkan sebenarnya bukan tentang Suku Dumi, tetapi tentang Ahli Waris Sa’o Seremolo, di Suku Sabe Kodomado, mengapa Saksi yang merupakan Ketua Suku Dumi datang memberikan kesaksian di meja Pengadilan Negeri Bajawa, hal tersebut dijawab oleh Saksi dengan menjelaskan dirinya menjadi Saksi Tergugat demi meluruskan sejarah dan adat. Menurut dia, Penggugat adalah warganya, warga Suku Dumi dari garis keturunan Ytu Meo yang di atasnya bertalian langsung dengan leluhur bernama Lako Luna atau sebagaimana yang di gambarkan oleh Saksi Alfonsius Meo (77th) dari Sa’o Rua Go.

“Saya hanya meluruskan sejarah. Yang namanya keturunan Ytu Meo, dimana pun berada, adalah Warga Suku Dumi”, tandas Hendrikus Wawo.

“Menurut saya, itu penyangkalan terhadap leluhur. Saya mau meluruskan itu. Mereka hidup sudah lama disana tetapi pintu Suku Dumi selalu terbuka untuk mereka. Sekitar tahun 1985 ada pembagian tanah warisan leluhur Suku Dumi kepada keturunan. Saya yang membagikan saat itu. Mereka juga mendapat bagian karena mereka juga memiliki hak keturunan dan sebagai warga Suku Dumi. Mereka mendapat bagian pembagian tanah Suku Dumi pada lokasi yang bernama Zaa Hoboleke, luas tanah sekitar dua hektar. Tetapi ditolak pada saat itu oleh Bapak Simon Lengi. Penolakan waktu itu dengan alasan tanah yang diberi letaknya di pinggir kali. Simon Lengi adalah ayah kandung dari para Penggugat”, tutur Ketua Suku Dumi, Hendrikus Wawo (60th).

Berdasarkan data wawancara konfirmasi media ini dengan Kuasa Hukum para Penggugat, menurut Kuasa Hukum Ryan Watu Ngadha, SH.M.Hum, keterangan kedua Saksi Tergugat tentang sila-sila para Penggugat, adalah keterangan yang tidak benar.

“Dalam sila-sila para Penggugat tidak ada nama Lako Luna. Tidak ada nama itu. Keterangan Saksi Tergugat adalah tidak benar”, jelas Kuasa Hukum Penggugat, Ryan Watu Ngadha, SH.,M.Hum bersama Cornelis Leta Uma, SH..

Sementara menurut Kuasa Hukum Tergugat, Mbulang Lukas, SH, semua alur kedudukan adat tradisi dan keturunan sila-sila para Penggugat maupun Tergugat sudah dibentangkan secara terbuka di meja Pengadilan Negeri Bajawa, selanjutnya Majelis Hakim mengambil pertimbangan untuk keputusan yang adil.

“Semua alur kedudukan adat tradisi dan keturunan sila-sila para Penggugat maupun Tergugat sudah dibentangkan secara terbuka di meja Pengadilan Negeri Bajawa, selanjutnya Majelis Hakim mengambil pertimbangan untuk keputusan yang adil. Marilah kita menunggu itu”, ujar Mbulang Lukas, SH.

Simak cuplikan video pengakuan saksi dan kilas peristiwa Kampung Pudu, edisi Mei 2020 WBN Pers, “Nyaris berntrok masal, rawan tumpah darah, sigap Polres Ngada dan TNI 1625 amankan kerawanan Kampung Pudu” :

Keterangan Nara Sumber dalam Video :  nama Ketua Suku Dumi adalah Hendrikus Wawo (60th), bukan Hendrikus Mawo. 

Keterangan Foto Berita : Ilustrasi

WBN │Tim

Share It.....