Lumajang, Jawa Timur – Kabupaten Lumajang merupakan salah satu daerah di Propinsi Jawa Timur yang memiliki kekayaan budaya yang masih kental perpaduan antar beberapa agama serta suku menghasilkan kebudayaan yang beragam, Yang dapat kita tiru dari warga Lumajang adalah, mereka masih melestarikan kebudayaan mereka hingga kini Yuk intip bagaimana pesona kebudayaan Yang terdapat di Lumajang Selasa (21/05/19).
Salah satunya adalah kesenian Jaran Kencak, yang merupakan salah satu Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Nasional, yang berarti “Kuda Menari”. Ya betul, karena yang menari adalah kuda asli yang dikendalikan oleh pawang, Jaran Kencak adalah sebuah kesenian dari Lumajang, Jawa Timur dengan menggunakan kelincahan seekor kuda yang di hias pakaian jazirah perang khas jawa yang tersebar di Probolinggo, Jember, Banyuwangi, Bondowoso dan Tengger, Kesenian serupa adalah Jaran Jenggo di Pantura dan Kuda Renggeng di Sunda.
Pada awalnya kisahnya, Jaran Kencak di sebut dengan jaran kepang meskipun bukan terbuat dari anyaman bambu, karena pada saat itu kuda yang di kenderai rombongan dari Ponorogo, hendak mengirimkan delegasi ke Bali, untuk menjalin persaudaraan kerabat dan sudara Batara Kathong dari kerajaan Majapahit yang mengungsi ke Bali,namun ketika sampai di Lumajang, kuda yang di kenakan seragam jazirah perang seperti di pewayangan untuk di persembahkan di Bali memberontak kesana kemari dan menendang-nendang tiada henti melawan rombongan, hingga dibuat sebuah keputusan bahwa kuda dan beberapa penjaga untuk tetap tinggal di Lumajang untuk menenangkan kuda, sedangkan rombongan tetap melanjutkan ke Bali.
Hingga akhirnya kuda yang memberontak menjadi tenang dan jinak kembali, warga sekitar yang melihat kuda dijinakan tersebut merasa terhibur. Sejak saat itu menjadi sebuah kesenian bernama Jaran Ngepang yang berarti kuda menendang, namun lebih dikenal dengan nama Jaran Kepang, menurut literatur sejarah, pada tahun 1806, Cakraningrat Sampang memindahkan sebanyak 250.000 orang Sampang Madura ke pulau Jawa bagian tapal kuda seperti Lumajang. Orang madura yang menjadi penduduk Lumajang juga menggemari kesenian bernama Jaran Kepang ini, karena seokor kuda dengan kostum perang khas pewayangan Jawa bertarung berdiri menggunakan dua kaki dengan pawangnya, setelah kemerdekaan Republik Indonesia.
Jaran Kepang lebih di kenal dengan Jaran Pencak dan menjadi Jaran Kencak yang dikenal hingga saat ini, Kuda Kencak masa Kolonial Belanda masih di kenal Jaran kepang, di lestarikan orang Ponorogo di Lumajang, pada tahun 1934.
Ada dua jenis kesenian Jaran Kencak yang ada saat ini.
1. Jenis Pencak Sunting, yaitu kuda yang di kenakan pakaian jazirah yang minimalis bertarung dengan pendekar atau pawang, hingga di kalahkannya kuda tersebut. Di ilhami dari asal mula terjadinya jaran ngepang.
2. Jenis Hias Sunting, munculnya reog di Lumajang dan Jember yang di bawa oleh orang Ponorogo langsung. Dan pada tahun 1922 mempengaruhi kembali pada jaran Kencak, yang kalah populernya jaran Kencak dengan banyaknya reog di Lumajang yang sering pentas dan rekaman piringan VCD.
Namun pada tahun 2011 muncul inovasi kostum jaran Kencak menyerupai reog Ponorogo dengan berbagai macam pernak-pernik, rumbai-rumbai, untaian benang khas reog, kostum yang lebih besar dengan warna yang warna-warni dan bulu merak pada kuda untuk menarik perhatian seperti halnya reog.
Jenis jaran Kencak hias ini tidak melakukan atraksi seperti jenis pencak yang melakukan berbagai gerakan tubuh pada kuda.
Musik yang di gunakan pada jaran Kencak di Lumajang ada dua jenis.
1. Gamelan Reog, dengan musik rancak khas Bali dan terompet bernadakan khas reog
2. Gamelan Saronen, dengan musik rancak khas Bali dan terompet bernadakan khas madura.
Dalam perkembangannya
Jaran Kencak sering berkaloborasi dengan kesenian lain, seperti tari glipang hingga reog Ponorogo. Jaran Kencak sering digunakan untuk mengiringi khitan, pernikahan hingga karnaval pemerintahan Hari Jadi Lumajang (Harjalu).
Saat ini jaran kencak bisa di jumpai di luar Lumajang, bahkan orang Madura yang setelah belajar jaran Kencak membuat kesenian serupa dengan nama Jaran Serek di kota Sumenep, Pada tahun 2015, Puput Tantriana Sari Bupati Probolinggo mengirimkan pertunjukan jaran Kencak jenis pencak dan hias ke Ponorogo dalam hari jadi Kabupaten Ponorogo mewakili Kota Probolinggo.
“Jasmerah jangan sekali-kali melupakan sejarah” Itulah ungkapan yang pernah dikemukakan oleh Ir. Soekarno. Nah, salah satu upaya agar tidak melupakan sejarah adalah dengan melestarikan kebudayaan daerah kita, entah itu kebudayaan berupa benda, kesenian, tarian, tempat, dan lain sebagainya.
Reporter : Fuad
Editor : Hendra
RED-WBN