“Air adalah sumber kehidupan”, jargon ini sudah lama didengar tapi dalam prakteknya Indonesia masih minim dengan orang – orang yang masih memiliki atensi dan pemikiran untuk menjaga air sebagai sumber kehidupan tersebut. Baik air untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari – hari, ataupun air untuk memenuhi kebutuhan irigasi pertanian sebagai sumber pangan dalam memenuhi kebutuhan dasar kehidupan.
“ Mari kita renungkan, kenapa di musim penghujan banyak tertimpa musibah banjir dan longsor. Sementara di musim kemarau juga tertimpa kekeringan, gagal panen, krisis air bersih dan lain – lain. Apakah hal ini tidak cukup untuk memaksa manusia, khususnya kaum cendekian berfikir dalam merumuskan upaya – upaya untuk menjaga kelestarian air. Masa semua harus pasrah dan menerima tanpa berusaha terlebih dahulu ?”, ujar Ketua Umum Prawita GENPPARI Dede Farhan Aulawi yang juga sebagai Pemerhati Sumber Daya Air, saat ditemui di Tasikmalaya, Minggu (6/9).
“Bumi, air dan sumber daya yang terkandung di dalamnya yang menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai negara dan digunakan sebesar – besarnya untuk kemakmuran rakyat”. Begitu bunyi dari konstitusi yang mengamanatkan agar kepada para pemegang mandat untuk memperhatikan kelestarian air. Sementara saat ini banyak sekali sumber mata air yang dikuasai oleh pribadi atau pengusaha dan tentu dipergunakan sebesar – besarnya untuk keuntungan pribadi atau perusahaannya. Tidakkah ini merupakan pengabaian terhadap amanah negara agar air sebagai sumber kebutuhan hajat hidup orang banyak harusnya dikuasi oleh negara, dan bukan perorangan atau sekelompok orang.
Apalagi saat berbicara kebutuhan air bagi pertanian terutama di lahan kering karena persoalan ketidaksesuaian distribusi air antara kebutuhan dan pasokan menurut waktu (temporal) dan tempat (spatial). Banyak sekali daerah di Indonesia ini, dimana permasalahan air selalu menjadi permasalahan klasik dan menahun serta berulang terus, sehingga diperlukan upaya pemecahan yang strategis.
Untuk itulah Prawita GENPPARI sebagai pegiat pariwisata berbasis pelestarian alam, merumuskan konsep Natural Water Storage (NWS) sebagai bak penampungan air yang berfungsi menyimpan air di dalam sungai, kanal dan atau parit, dengan cara menahan aliran untuk menaikkan permukaan air sehingga cadangan air irigasi meningkat. Sifatnya multiguna, yaitu selain untuk konservasi, sumber air baku, irigasi, peternakan juga untuk perikanan maupun wisata. Teknologinya sederhana, biaya relatif murah / Teknik pemanenan air (water harvesting). Berukuran mikro (small farm reservoir) sumber irigasi suplementer untuk budidaya komoditas pertanian bernilai ekonomi tinggi (high added value crops). Mendistribusikan dan menjamin kontinuitas ketersediaan pasokan air untuk keperluan tanaman ataupun ternak di musim kemarau dan penghujan.
Untuk daerah – daerah yang memiliki kerentanan krisis air yang sensitif, artinya baru kemarau sebulan saja sudah mengalami kekeringan, maka Pemerintah Daerahnya diharapkan bisa segera untuk menginisiasi penyusunan DED Pembangunan “New Water Storage” ini. Adapun lingkup pekerjaan ini meliputi Survei lapangan dan Inventarisasi (kondisi existing), Survey lapangan video animasi desain grafis 3D rancang bangun, Analisis hidrologi yang meliputi ketersediaan air, kebutuhan air dan neraca air, Analisis hidrolika terhadap kelayakan kapasitas jaringan irigasi dan air baku, Pengukuran topografi, Penyelidikan dan analisis geologi teknik dan mekanika tanah, Analisis kondisi fisik geografis serta kesesuaian penggunaan lahan, Analisis desain kanal, Analisis kelayakan ekonomi, sosial dan konservasi sumber daya air dan lingkungan.
“ Oleh karenanya, saat menyampaikan berbagai masukan ketika melakukan dialog dalam kunjungan ke daerah – daerah sampai ke desa – desa, Prawita GENPPARI selalu menyarankan agar dalam penyusunan Review Tata Ruang Wilayah, mendorong penetapan Kawasan Strategis Percepatan Pertumbuhan Ekonomi. Salah satunya, tersedianya kanal penampungan air untuk mengantisipasi kebutuhan air di musim kemarau. Prioritasnya tentu daerah yang rawan krisis air, tetapi tidak berarti yang airnya masih cukup lalu lalai dan abai. Itulah sebabnya diberbagai kesempatan, bahkan dalam skala kecil di tiap perumahan untuk selalu mengingatkan pentingnya sumur resapan atau biopori. Jika hari ini kita mengabaikannya, maka esok lusa anak cucu kita yang akan menderita karena kekurangan air sebagai sumber kehidupannya “, Pungkas Dede yang mengingatkan semua agar peduli untuk menjaga kelestarian air dan sumber air.
Hidayat | redpel ndra