Amri : Segera Rumuskan Rekomendasi Untuk Pemprov
WBN, Pangkalpinang,–Keberadaan masyarakat hukum adat di Bangka Belitung secara faktual sudah ada sejak jaman nenek moyang sampai saat ini. Masyarakat hukum adat adalah kesatuan masyarakat bersifat teritorial atau geneologis yang memiliki kekayaan sendiri, memiliki warga yang dapat dibedakan dengan warga masyarakat hukum lain dan dapat bertindak ke dalam atau luar sebagai satu kesatuan hukum. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sangat mendukung setiap pelestarian adat budaya di Negeri Serumpun Sebalai Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Saya mintakan kepada Bagian Hukum (Kabag Hukum Setwan DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung) untuk mengkaji Permendagri 52/2015 tentang Pedoman Pengakuan Dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat. Jika ada yang perlu kita tindaklanjuti untuk direkomendasikan ke pemerintah provinsi maka segera disampaikan, demikian dikatakan Plt Ketua DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Datuk Amri Cahyadi, ST saat menerima audiensi atau Rapat Dengar Pendapat dengan Dewan Pimpinan Wilayah Lembaga Tinggi Masyarakat Adat Republik Indonesia Bangka Belitung (DPW Lemtari Bangka Belitung) di Ruang Banmus DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Kamis, 10 Desember 2020. Acara audiensi ini dari pihak DPRD Babel dihadiri langsung Plt Ketua DPRD Babel Datuk Amri Cahyadi, ST. Sementara dipihak DPW Lemtari Bangka Belitung dihadiri Dato Rdo Sri Sardi, MM (Ketua DPW Lemtari Babel), Rdo Sri Yanto, M.Pd (Wakil Ketua), Rdo Drs Mulyono (Sekretaris), Cik Rdo Asri Yani (Wakil Bendahara), Cik Rdo Maria Susanti, M.Pd (Karo Sosdikbud), Datuk Cik Rdo Della, S.Pd (waka Sosdikbud), Tris Mardiana (Biro Organiasasi), Norita (Biro Kajian Adat Budaya), Cik Rdo Farida Syahab, SE (Biro wisbud dan ekonomi kreatif), Hafniliana, S.Pd., MA (Biro Pengembangan Pelestarian Adat Budaya), Era Mayang Sari, Budiman Turnip (Biro Organisasi), dan M Reza (Sekretaris Poldatra).
Ketua DPW PPP Bangka Belitung ini pula meminta kepada Setwan DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung agar mengkaji dan merumuskan rekomendasi terhadap rekomendasi DPW Lemtari Bangka Belitung untuk disampaikan kepada Pemerintah Daerah.
Demikian terhadap rekomendasi yang disampaikan tadi agar dirumuskan dan menjadi rekomendasi yang akan disampaikan, pinta Amri kepada Setwan DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada acara tersebut.
Amri mengatakan akan mendukung semua gerakan yang mendukung terciptanya pelestarian adat budaya negeri karena memang Negeri Serumpun Sebalai adalah negeri yang beradat dan berbudaya luhur.
Kami pasti akan mendukung dan segera akan merumuskan rekomendasi yang akan kami sampaikan kepada pemerintah, ujar Amri.
Pada kesempatan tersebut, Ketua DPW Lemtari Bangka Belitung, Dato Rdo Sri Sardi, MM menyampaikan visi misi, kepengurusan, dan program kerja serja rekomendasi Lemtari Bangka Belitung.
Lemtari bukan lembaga local, tapi lembaga nasional yang mana di semua provinsi di Indonesia telah terbentuk Lemtari. Pengurus pusat Lemtari adalah orang hebat seperti Datu Mudo Suhaili Husen SH (Tokoh Adat Kampar), Prof Dr Jimly Assiddiqi (Praktisi Hukum/Anggota DPD RI), Dr Nono Sampono (Tokoh Adat/Wakil Ketua DPD RI), dan Dr Zulkifli Hasan (Ketua MPR RI). Di Babel ini, Gubernur Babel, Dato Sri H Emron Pangkapi, Dato Sri Ramli Sutanegara, dan sejumlah akademisi, tokoh adat, pelestari adat, dan pelaku UMKM bergabung bersama Lemtari Babel, cerita Dato Sardi, penerima anugerah Pangeran Agung dari Kerajaan Singaraja Buleleng Bali ini.
Sardi mengatakan masyarakat adat harus dibedakan dengan masyarakat hukum adat. Konsep masyarakat adat merupakan pengertian untuk menyebut masyarakat tertentu dengan ciri-ciri tertentu. Sedangkan masyarakat hukum adat merupakan pengertian teknis yuridis yang merujuk sekelompok orang yang hidup dalam suatu wilayah (ulayat) tempat tinggal dan lingkungan kehidupan tertentu, memiliki kekayaan dan pemimpin yang bertugas menjaga kepentingan kelompok (keluar dan kedalam), dan memiliki tata aturan (sistem) hokum.
Sebagaimana hasil penelitian Van Vollenhoven Bangka Belitung adalah wilayah hokum adat. Secara faktual provinsi ini adalah kesatuan masyarakat hukum adat dengan karakteristiknya yang telah ada sejak ratusan tahun yang lalu. Kita adalah negeri yang beradat walau kini sudah semakin tergerus, ujar penerima Darjah Paduka Mahkota Palembang Darussalam ini.
Ditambahkan, Undang-undang Dasar 1945 telah menegaskan keberadaan masyarakat hukum adat. Dalam Pasal 18 B ayat (2) UUD 1945 sebagai hasil amandemen kedua menyatakan bahwa negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya.
Lebih tekhnis berdasarkan Permendagri 52/2015 tentang Pedoman Pengakuan Dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat. Sepengetahuan kami pemda belum melaksanakan perintah permendagri ini. Untuk itu kami mohon agar pemda segera menindaklanjuti ini dan kami mohon dilibatkan, cerita dan harapan Dato Sardi. (*)
Ini Rekomendasi DPW Lemtari Babel Untuk Pemerintah Provinsi
Direkomendasikan kepada pemerintah daerah agar segera membentuk Panitia Masyarakat Hukum Adat dengan melibatkan DPW Lemtari (DPD Lemtari untuk di Kabupaten/Kota) sebagaimana yang diatur Permendagri Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat
Direkomendasikan kepada pemerintah daerah supaya menetapkan kebijakan dalam bidang pendidikan untuk memberlakukan penggunaan Kurikulum Muatan Lokal berbasis Adat Budaya pada semua jenis dan jenjang pendidikan meliputi: (1) Kurikulum Bahasa dan Sastra Daerah Bangka Belitung, (2) Kurikulum Sejarah Daerah, (3) Kurikulum Kesenian Daerah, (4) Kurikulum Kerajinan Khas Daerah, dan (5) Kurikulum Muatan Lokal berbasis Adat dan Hukum Adat.
Direkomendasikan kepada Pemerintah Daerah agar segera mengindentifikasi, mengunpulkan, mengkaji, mengkodifikasi, melegeslasi, dan membentuk Mahkamah Adat, serta memberlakukan Hukum Adat yang pernah ada di Bangka Belitung.
Direkomendasikan kepada Pemerintah Daerah agar segera: (1) Mencetak/Memperbanyak Kamus Bahasa Bangka Belitung, (2) Menyusun Buku Pelajaran Pendukung Muatan Lokal, dan (3) Melaksanakan Diklat Khusus Guru Materi Muatan Lokal.
Direkomendasikan agar Pemerintah Daerah menetapkan kebijakan tentang Kewajiban membaca sastra daerah dan kewajiban menerapkan materi Imtaq 7 menit setiap harinya menjelang memasuki waktu-waktu belajar di sekolah / di ruang kelas.
Direkomendasikan kepada pemerintah daerah agar Gubernur, dan Bupati/walikota ke depan dapat dilantik secara adat budayasebagai negeri yang berlandaskan adat budaya agar nilai-nilai kepemimpinan dalam adat budaya a menjadi penguat dalam pelaksanaan tugas-tugas kepemerintahan.
Direkomendasikan kepada Pemerintah Daerah untuk membiayai kegiatan Lembaga Adat ditingkat desa/kelurahan dan melakukan pembinaan yang lebih focus.
Direkomendasikan kepada pemerintah daerah untuk menetapkan kebijakan penggunaan pakaian adat dalam setiap upacara adat yang dilaksanakan di lingkungan masyarakat dan atau pada acara resmi pemerintahan, dan hari-hari tertentu pada setiap pekannya.
Direkomendasikan kepada pemerintah daerah untuk menetapkan kebijakan pengembangan model Desa Adat / Desa Budaya (Bukan Desa Adat sesuai UU Desa) yang berciri dan berkarakter adat dan budaya asli, sekaligus dalam upaya mendukung kepariwisataan Bangka Belitung.
Direkomendasikan kepada pemerintah daerah agar mendirikan Rumah Adat dan membangun Taman Budaya /Gedung Kesenian sebagai arena bagi generasi muda dalam pengembangan bakat yang merupakan bagian dari pendidikan karakter bangsa.
Direkomendasikan kepada pemerintah daerah agar mendukung upaya dihidupkannya kembali : (1) gerakan aksi baca Al-Quran di lingkungan keluarga / masyarakat, dan (2) tradisi Ngaji ; sebagai bagian dari pendidikan agama di lingkungan masyarakat Islam.
Direkomendasikan kepada pemerintah daerah untuk dapat mendukung aktivitas Lemtari dengan memberikan dukungan keuangan melalui APBD setiap tahunnya.
Direkomendasikan kepada pemerintah daerah agar pemberian nama jalan, ruang publik, bangunan-bangunan tertentu, ruangan dan atau aula kantor agar diterjemahkan ke dalam Bahasa Melayu dengan menggunakan aksara jawi sebagai salah satu aksara kekayaan budaya Melayu; dan sedapat mungkin adanya keseimbangan antara pemberian nama antara yang bersifat nasional, regional dan local.
(Sumber: Humas Lemtari Babel) redpel ndra