Ru Lata Tradisi Leluhur Masyarakat Sabu Raijua

Oleh: Dr. Lanny Isabela Dwisyahri Koroh, S.Pd., M.Hum

(Dosen IAKN Kupang)

Tumbuhan pandan, yang dalam bahasa Sabu di Sebut Lata menjadi objek mata pencaharian masyarakat Sabu Raijua sejak zaman dahulu.

Tradisi leluhur orang Sabu Raijua pada saat itu memanfaatkan alam atau lingkungan untuk kehidupannya. Pandan tikar atau ru lata dianyam menjadi tikar dan berbagai keutuhan kehidupan. Tikar pandan ini kemudian dijual untuk memenuhi kebutuhan hidup kebutuhan ekonomi masyarakat Sabu Raijua. Tikar pandan atau dappi lata bukan saja bernilai ekonomi tetapi dappi lata ini memiliki nilai lebih bagi masyarakat Sabu Raijua .
Dappi lata merupakan tikar kebanggaan bagi orang Sabu Raijua, tikar yang hanya bisa dibuat oleh tangan orang dari pulau Raijua ini disebut sebagai tikar para raja.

Dappi lata atau tikar pandan

Dappi lata atau tikar pandan digunakan untuk duduk menyelesaikan berbagai persoalan kehidupan keluarga dan sosial masyarakat Sabu Raijua. Dappi lata ini pula yang selalu dipakai oleh para pemangku adat (Mone Ama) ketika melakukan berbagai ritual kepada para leluhur. karena itu ada filosofi atau kepercayaan orang Sabu yang mengatakan bahwa tidak ada persoalan yang tidak bisa diselesaikan apabila sudah duduk didalam satu tikar pandan (mejadi pa hewue dappi lata).

Selain untuk membuat tikar pandan, daun pandan yang kebanyakan hidup dan dipelihara secara baik di pulau raijua juga bisa digunakan untuk membuat berbagai macam media penyimpanan seperti tempat sirih pinang dan tembakau (kepepe).

Daun pandan juga digunakan untuk membuat tempat penyimpanan pangan atau beka sebuah wadah yang menyerupai sebuah tas tapi hanya bisa menyimpan makanan dalam jumlah kecil atau maksimal 5 kilo gram, sementara tempat penympanan yang lebih besar atau hoka bisa menyimpan bahan pangan mencapat 100Kg. Selain lontar, pandan  juga menjadi bagian penting dalam kehidupan orang di pulau Raijua sebagai penghasil ekonomi. Pada jaman dahulu tikar raijua akan dibarter dengan pangan seperti padi dan jagung maupun kain tenun dari pulau Sabu.

Di Pulau Sabu sendiri dikenal ada dua jenis tikar yang dibedakan dari bahan baku pembuatannya serta ukurannya. Tikar pandan memiliki ukuran lebar 1,5 meter dan panjang 3 meter. Sementara tikar lainnya yakni tikar yang terbuat dari daun lontar dappi kalli memiliki ukuran yang lebih panjang dan lebar.
Dappi kalli ini biasa digunakan oleh masyarakat biasa selain sebagai alat tempat duduk dan tempat tidur juga digunakan sebagai media untuk menjemur hasil pangan seprti jagung, padi maupun kacang-kacangan.

Walaupun demikian orang sabu dan raijua selalu memiliki tikar pandan bagaimanapun tingkat kemiskinannya. Hal ini mereka siapkan ketika para Mone ama atau seorang raja bertandang ke rumah mereka serta menjaga jangan sampai ada yang meninggal dunia.

Dappi lata tidak hanya menjadi media sebagai alat tempat duduk atau tempat tidur namun bagi penganut aliran kepercayaan Jingitiu di sabu Raijua, dappi lata memiliki makna yang sangat penting untuk kehidupan di alam setelah kematian yang mereka sebut alam ere janna ra horo janna lod’o. Seorang yang meninggal dunia akan dikuburkan dalam keadaan dibungkus dengan tikar pandan yang dipercayakan bahwa tikar pandan ini akan menjadi media mereka bersimpuh menghadap sang khalik.

Share It.....