WBN│ Persekutuan Masyarakat Adat Labolewa, Kecamatan Aesesa, Kabupaten Nagekeo, NTT melalui rilis media diterima redaksi WBN, (20/01/2022) melayangkan mosi pertanyaan serius kepada Lembaga DPRD Kabupaten Nagekeo yang telah menerima aspirasi mereka melalui aksi damai ke Gedung DPRD setempat pada tanggal 10 Januari 2022, namun belum menindak lanjut aspirasi dan tidak diketahui perkembangan lanjutan oleh masyarakat Nagekeo.
Penegasan yang sama kembali dikemukakan oleh Persekutuan Masyarakat Adat Labolewa melalui salah satu tokoh muda, Klemens Lae saat dikonrfimasi balik media ini, (20/01/2022).
Berikut kutipan rilis Persekutuan Masyarakat Adat Labolewa mendesak DPRD Nagekeo segera bersikap.
Pernyataan sikap tegas, lugas semua anggota DPRD Nagekeo yang menerima Persekutuan Masyarakat Adat Labolewa saat aksi damai pada tanggal 10 Januari 2022 menyatakan akan menindaklanjuti secara kelembagaan setelah mendengar dan menerima 7 (tujuh) butir pernyataan sikap.
Bahwa pada intinya akan memanggil Bupati, Kapolres, Kepala BPN dan Dinas terkait lainnya untuk dilakukan rapat kerja dalam rangka mempertanyakan secara detail mengenai semua proses yang dilakukan pemda terkait pengadaan tanah untuk pembangunan waduk Lambo, apalagi selama lembaga tersebut tidak dilibatkan hanya dimonitor melalui media pemberitaan mengenai gejolak atau polemik di masyarakat adat.
Pernyataan ini kami masih ingat dan rekam secara baik yang disampaikan oleh anggota legislatif. Kami memandang ini sikap kemitraan yang saling bersinergi untuk mengetahui akar masalahnya secara clear and clean, sehingga sangat efektif untuk menemukan solusi yang baik dan bermartabat sebagai upaya percepatan pembangunan waduk Lambo.
Saat ini berkembang narasi-narasi tanpa dasar yang beranggapan bahwa tidak ada masalah yang serius dalam agenda pembangunan waduk Lambo, bahkan mendesak segera membayar ganti kerugian. Aneh, mendesak membayar ganti kerugian berdasarkan peta bidang tanah sementara masih ada penerima yang cacat hukum.
Sesuatu yang ironis dan hampa argumentasinya. Kalau tidak ada masalah yang serius, mengapa masih ada yang pasang plang pelarangan di atas tanah ulayat untuk tidak boleh beraktivitas sebelum menyelesaikan sengketa ulayat, ada laporan dugaan penggelapan data tanah ulayat yang saat ini sedang berproses di Polres Nagekeo, ada nama suku baru/siluman di Labolewa, luas pembangunan waduk yang kabur dan tidak jelas bahkan berubah-ubah, pengukuran dan identifikasi lahan tanpa ada pemegang hak ulayat dan masih ada fakta atau peristiwa hukum lainnya yang memberikan keyakinan bahwa proses pengadaan tanah untuk pembangunan waduk lambo cacat hukum. Kepada wakil rakyat yang terhormat, jangan mengingkari pernyataan resmi dihadapan kami.
Kredibilitas sebagai anggota Legistlatif dipertaruhkan dalam memperjuangkan aspirasi kami sebagai masyarakat adat. Kami yakin dan percaya bahwa semuanya akan berakhir dan diselesaikan secara arif dan bijakasana berlandaskan semangat To’o Jogho Waga Sama demi kesejahteraan Nagekeo tercinta asalkan semua stakeholder bekerja dilandasi kejujura, transparan, profesioal, tidak munafik dan mempunya political will.
Kami mendukung waduk Lambo, tetapi kami menolak proses yang inkonstitusional dan tidak mencerminkan cara kerja yang berbudaya. Kami mengingatkan, jangan meremehkan dan menyelepekan suara persekutuan masyarakat adat. Vox populi vox dei, suara rakyat adalah suara Tuhan. Apabila tidak segera merealisasikan sikap politiknya, kami akan terus melakukan aksi untuk menuntut hak-hak kami sebagai masyarakat adat.
Kami masyarakat adat bergerak atas kesadaran kolektif dan hakiki memperjuangkan hak-hak ulayat dan tempat-tempat ritual berdasarkan hukum adat sebagaimana amanat konstitusi, bukan masyarakat yang bergerak atas iming-iming sesaat atau kelompok pragmatis yang hanya money oriented namun kehilangan eksistensinya. Atas semua fakta-fakta lapangan ini, kami telah bersurat kepada Presiden RI, DPR RI, Kapolri, Kementrian terkait, LMAN, Gubernur dan DPRD Propinsi NTT.
WBN│Tim-Wil│Editor-Aurel