[Catatan Hukum Atas adanya Pemanggilan Terhadap Advokat Eggi Sudjana]
Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat, Aktivis Pergerakan Islam. . .
WBN – Jakarta. Selasa ( 01/12) diberbagai Platform Sosial Media beredar viral Surat Panggilan sebagai Tersangka kepada Bang Eggi Sudjana. Penulis mencoba mengklarifikasi ihwal panggilan polisi tersebut kepada Bang Eggi Sudjana.
Dari penjelasan Bang Eggi, ada beberapa persoalan krusial terhadap kasus yang menimpa Advokat senior yang telah puluhan tahun malang melintang menekuni dunia advokasi ini. Terdapat sejumlah muskilah, yang jika hal ini tidak dikontrol publik dikhawatirkan akan menjatuhkan wibawa hukum dan daulat negara hukum (rechstaat) jatuh menjadi tirani negara kekuasaan (machtstaat).
Catatan muskilah seputar kasus Bang Eggi Sudjana diantaranya :
*Pertama,* aktivitas advokasi yang dilakukan oleh Bang Eggi Sudjana terhadap dugaan kecurangan Pilpres baik melalui jalur Bawaslu, DKPP’, KPU, Kepolisian maupun dalam bentuk diskusi, ceramah termasuk Orasi Agitasi tentang seruan ‘People Power’ yang kemudian videonya viral, adalah dalam kapasitas menjalankan tugas profesi sebagai Advokat. Dalam hal ini, sesungguhnya seorang Advokat dalam menjalankan profesi, mendapat jaminan dan perlindungan hukum.
Dalam ketentuan Pasal 16 UU Advokat, tegas disebutkan :
_”Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik untuk kepentingan pembelaan klien di dalam maupun di luar sidang pengadilan.”_
Dalam konteks menjalankan profesi Advokat, sebenarnya peristiwa orasi tentang People Power yang terjadi pada tanggal 17 April 2019 tak layak disidik karena bukan merupakan perkara pidana. Penulis telah mendapatkan klarifikasi, bahwa pada saat itu Kongres Advokat Indonesia (KAI) sebagai organisasi advokat tempat bernaung Bang Eggi telah mengajukan keberatan, namun tidak diindahkan oleh Penyidik.
Padahal, berdasarkan ketentuan Pasal 5 ayat (1) Undang-undang No. 18 tahun 2003 tentang Advokat menyebutkan bahwa Advokat berstatus sebagai penegak hukum, bebas dan mandiri yang dijamin oleh hukum dan peraturan perundang-undangan. Karenanya, kedudukan adavokat adalah setara atau sederajat dengan aparat penegak hukum lainnya (Polisi, Jaksa, Hakim).
Sangat disayangkan, Jika keberatan Organisasi advokat KAI tidak ditanggapi oleh Penyidik. Padahal, sebagai sesama mitra penegak hukum semestinya ada kesepahaman dan saling menghargai peran dan fungsi masing-masing sebagaimana diatur oleh undang-undang.
*Kedua,* pasal yang dijadikan dasar penyidikan yakni pasal 107 KUHP dan/atau pasal 110 KUHP Jo Pasal 87 KUHP dan/atau pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) dan/atau pasal 15 UU No 1 tahun 1946 Tentang Peraturan Pidana, adalah pasal yang sumir yang banyak digunakan untuk mengkriminalisasi sejumlah Ulama, Tokoh dan para Aktivis.
Sebut saja Ust Muhammad Al Khatath, Bang Hatta Taliwang, hingga Anton Permana, dan aktivis lainnya, dikabarkan dijerat pula dengan sebagian pasal ini. Namun belakangan, pasal UU ITE khusunya pasal 27 ayat (3) dan pasal 28 ayat (2) UU No. 19 tahun 2016 tentang Perubahan UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE yang lebih masif digunakan untuk menjerat para aktivis.
Patut diduga, pasal ini hanyalah pasal untuk mengkriminalisasi Bang Eggi Sudjana selaku Advokat. Itu artinya, kriminalisasi bukan hanya terjadi pada Ulama dan Aktivis, Advokat saat ini juga menjadi korbannya.
*Ketiga,* saat Bang Eggi Sudjana ditahan oleh penyidik Polda Metro Jaya hingga kurang lebih 42 hari lamanya, hal itu dilakukan dalam kapasitas Bang Eggi diperiksa sebagai Saksi. Menurut Bang Eggi, dirinya memang pernah diperiksa sebagai Tersangka namun BAP pemeriksaan sebagai Tersangka tidak ditandatangani. Lantas, apa dasar penahanan Bang Eggi Sudjana ketika itu ? Bukankah, kewenangan menahan itu atas dasar status Tersangka ? Ya, boleh jadi atas keputusan sepihak menjadikan Bang Eggi Sudjana sebagai tersangka meskipun tanpa BAP Tersangka.
Lagipula, saat ini Bang Eggi Sudjana sudah keluar dari tahanan Polda Metro Jaya, itu artinya kasus ini memang tak layak diteruskan.
Bahkan, menurut Rekan Abdullah Al Katiri selaku Kuasa Hukum Bang Eggi Sudjana, selama lebih dari 1 (satu) tahun sejak Juni 2019 s/d saat ini Bang Eggi terus berupaya untuk meminta kejelasan dengan mengajukan permohonan penghentian penyidikan (SP3) mengingat sejak awal perkara ini sangat bernuansa politis dan tidak layak untuk ditindaklanjuti.
Hanya saja, hingga saat ini belum ada tanggapan apapun atas permohonan-permohonan tersebut. Padahal, semestinya perkara ini seharusnya sudah diselesaikan secara musyawarah mufakat berdasarkan keterangan dari Ombudsman RI, melalui Surat No. B/521/LM.12-34/0289.2019/VIII/2019 tanggal 15 Agustus 2019, perihal : Penghentian Pemeriksaan dan Penutupan Laporan, yang dikirimkan oleh Ombudsman RI kepada Kuasa Hukum sehubungan dengan adanya keterangan dari penyidik yang menyatakan bahwa Kuasa Hukum telah mencabut laporan dengan pertimbangan telah ditempuh upaya musyawarah mufakat sehingga pemeriksaan atas laporan Kuasa Hukum kepada Ombudsman RI telah dihentikan / ditutup.
*Keempat,* semestinya kasus Bang Eggi Sudjana demi hukum dihentikan karena tak ada bukti untuk membawa ke proses pidana, dan bukan merupakan peristiwa pidana. Sehingga, seyogyanya Penyidik mengeluarkan surat SP3.
Atau jika hal itu tidak dilakukan, semestinya penyidik melakukan gelar perkara dan bukannya memanggil Bang Eggi Sudjana untuk diperiksa dalam kapasitas sebagai Tersangka. Mengingat penyidikan itu adalah tindakan lanjutan dari proses penyelidikan. Penyidik harus menjelaskan secara tuntas dasar penetapan Tersangka, dengan menjelaskan ketercukupan dua alat buktinya.
Terakhir, sebagai kesimpulan hemat penulis Bang Eggi Sudjana tidak perlu memenuhi panggilan Penyidik Polda Metro Jaya karena proses pidana yang disangkakan cacat hukum. Lagipula, Bang Eggi adalah seorang Advokat yang wajib menjaga marwah dan wibawa advokat didepan mitra penegak hukum lainnya.
Penyidik Kepolisian Polda Metro Jaya sebaiknya berfokus pada perkara yang benar-benar murni peristiwa pidana. Tidak perlu terlalu jauh memproses Advokat yang berkedudukan penegak hukum yang juga mitra kepolisian.
Apalagi, ribut-ribut soal Pilpres telah lama selesai. Pak Jokowi dan Pak Prabowo telah lama berdamai, sehingga memproses kasus terkait Pilpres 2019 lalu hanya akan mengoyak luka lama dan hal itu berpotensi memicu keterbelahan elemen anak bangsa.
Proses pidana terhadap Advokat yang sedang dalam tugas menjalankan profesi adalah kemunduran dalam penegakan hukum. Penulis harap kasus ini dihentikan, agar hubungan Advokat dan Penegak Hukum Kepolisian bisa saling bersinergi dan memberikan dedikasi terbaik dalam cita penegakan hukum di negeri ini. (***)
Reporter Rusaman