Tanah PSN Bendungan Mbay, Ketua Suku Wala Adat Kawa Tegaskan Maju Demi Kebenaran

Media Warisan Budaya Nusantara

“Dominggus juga menyentil kesepakatan bagi hasil 60% hak masyarakat adat Kawa, 40% hak Suku Redu, Isa, Gaja, atas dua nomor bidang tanah yang tengah diperdebatkan. Kesepakatan tersebut menurutnya sudah berjalan dalam rel yang benar, sesuai fondasi adat budaya yang lurus, jujur, penuh nilai persaudaraan serta tali temali kekerabatan adat dan manusia yang asli, dan bermartabat”.

 

Ketua Suku Wala dari Persekutuan Masyarakat Adat Kawa, Desa Labolewa, Kecamatan Aesesa, Kabupaten Nagekeo, NTT, Dominggus, mengatakan masyarakat adat Kawa tidak mundur selangkah pun untuk memperjuangkan kebenaran, atas hak-hak masyarakat adat Kawa dalam kaitan dengan tanah PSN Bendungan Mbay Lambo.

Hal tersebut dikatakan Dominggus di Bajawa, pada Jumat (13/6/2025).

“Sejak Penlok Satu Tanah Bendungan Mbay Lambo, praktek penggelapan hak-hak masyarakat adat sudah dimainkan dengan terang benderang. Mulai dari penghilangan nama pemilik tanah ulayat atau manipulasi kepemilikan, pembuatan patok pilar di lokasi secara diam-diam, praktek memunculkan nama suku palsu di atas tanah adat, praktek-praktek kotor itu berjalan bebas, tidak sama sekali terjerat hukum. Padahal semuanya terjadi di depan mata lembaga serta aparatur penegak hukum. Tetapi justeru dibiarkan begitu saja. Masyarakat kehilangan sandaran, masyarakat kebingungan dimana sebenarnya posisi Aparatur Penegak Hukum dalam berbagai peristiwa kegelapan yang terjadi terang  tenderang depan mata”, kata Dominggus.

“Jika hukum masih mau menjadi pilar luhur dan rambu-rambu sakral berintegritas dalam mengontrol urusan pengadaan tanah Bendungan Mbay Lambo, maka saya optimis kekacauan di Nagekeo tidak akan seburuk yang kita lihat terjadi di lapangan hingga saat ini”, tambahnyà.

Negara Indonesia boleh menerapkan system pengawasan berlapis, lanjutnya, tetapi jika dalam prakteknya kabur posisi mana pengawas, mana  pelaksana, mana yang pemilik tanah, mana yang bukan pemilik laham, maka yang terjadi adalah anomali besar, kemudian merembes kemana-mana.

“Marilah jujur dalam bekerja
Kalau bukan hak, jangan ambil. Masyarakat saat ini sudah mengerti dan cerdas. Salah satu solusi untuk menyelesaikan berbagai kegelapan yang terjadi dalam urusan pengadaan tanah, yakni setiap orang, setiap profesi dan stake holder bangsa berdiri pada masing-masing posisi, masing-masing tugas dan tupoksi secara profesional dengan sikap jujur. Itulah salah satu solusi untuk menuntaskan berbagai benang kusut yang ada. Jika tidak, maka yang gelap akan semakin gelap, yang sudah dimanipulasi, akan semakin dimanipulasi”, ujarnya.

Dia juga menyampaikan, Persekutuan Masyarakat Adat Kawa akan terus maju dalam kebenaran hak-hak keulayatan yang diwariskan secara turun temurun.

Dominggus juga menyentil kesepakatan bagi hasil 60% hak masyarakat adat Kawa, 40% hak Suku Redu, Isa, Gaja, atas dua nomor bidang tanah yang tengah diperdebatkan. Kesepakatan tersebut menurutnya sudah berjalan dalam rel yang benar, sesuai fondasi adat budaya yang lurus, jujur, penuh nilai persaudaraan dan tali temali kekerabatan adat dan manusia yang asli dan bermartabat.

“Kawa tidak akan mundur untuk sebuah kebenaran”, tutupnya.

Foto Berita : Ketua Suku Wala Persekutuan Masyarakat Adat Kawa, Desa Labolewa, Kecamatan Aesesa, Kabupaten Nagekeo, NTT, Dominggus

WBN

Share It.....