WBN l Tasik – Seorang jurnalis Tempo, Nurhadi mendapatkan serangan berupa tindakan kekerasan saat sedang melaksanakan tugas jurnalistiknya, pada Sabtu, 27 Maret 2021. Berdasarkan keterangan, Nurhadi ditugaskan untuk mewawancarai tersangka kasus dugaan korupsi pajak, Angin Prayitno Aji.
Saat itu, Angin Priyatno Aji sedang menggelar resepsi pernikahan anaknya di Graha Samudera Komando Pembinaan Doktrin Pendidikan dan Latihan TNI Angkatan Laut Morokembangan, Surabaya, Sabtu 27 Maret 2021 malam. Meski sudah menjelaskan statusnya sebagai wartawan Tempo yang sedang melaksanakan tugas jurnalistik, mereka tetap merampas telepon genggam Nurhadi dan memaksa untuk memeriksa isinya.
Nurhadi kemudian ditangkap dan dibawa ke mushola di belakang gedung kemudian dianiya, mulai dari ditampar, dijambak hingga diinjak kakinya, dipukul tengkuk dan bibirnya, serta dipiting. Para pelaku juga menghapus isi telepon seluler korban dan mematahkan kartunya.
Nurhadi bahkan sempat disekap di Hotel Arcadia di kawasan Jembatan Merah selama dua jam. Pelaku yang mengaku dari Satuan Pembinaan Masyarakat itu memberi Nurhadi uang sebesar Rp600.000 sebagai bentuk tutup mulut, tapi uang tersebut dengan tegas ditolak oleh Nurhadi. Pelaku kemudian mengantar Nurhadi pulang ke Sidoarjo.
Kejadian penyerangan terhadap jurnalis seperti ini bukan kali pertama terjadi. Apa yang dilakukan oleh Nurhadi merupakan upaya investigasi yang dilindungi oleh UU No 40 tahun 1999 tentang Pers. Jurnalis dalan menjalankan tugas dan kewajibannya kerap mendapatkan berbagai bentuk serangan baik fisik maupun serangan digital.
Padahal sebagaimana disebutkan dalam Sidang Commission on Human Rights tanggal 26 Januari 2006, jurnalis secara eksplisit disebutkan sebagai bagian dari Pembela HAM dalam tugasnya untuk collecting and disseminating information on violation. Selain itu dalam kerangka instrumen hukum Nasional, eksistensi Pembela HAM sebetulnya juga telah diatur dalam Pasal 28C ayat (2) UUD 1945.
Penyerangan dan tindakan kekerasan kepada jurnalis juga melanggar UU Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU Nomor 12 tahun 2005 tentang tentang pengesahan konvensi hak sipil dan politik dan Perkap No. 8 Th. 2009 tentang pengimplementasi Hak Asasi Manusia.
Deretan praktik penyerangan terhadap jurnalis berdasarkan pengamatan Forum Jurnalis Tasik Melawan mengalami peningkatan setiap tahunnya. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia mencatat, kasus kekerasan terhadap wartawan pada 2020 meningkat signifikan dibanding tahun sebelumnya. LBH Pers mencatat, pada 2020 terjadi 117 kasus kekerasan terhadap wartawan dan media, meningkat 32 persen dibandingkan pada 2019 (79 kasus).
Dari 117 kasus tersebut, sebanyak 99 kasus terjadi pada wartawan, 12 kasus pada pers mahasiswa, dan 6 kasus pada media, terutama media siber. Sementara AJI Indonesia mencatat, pada 2020 terjadi 84 kasus kekerasan terhadap wartawan atau bertambah 31 kasus dibandingkan pada 2019 (53 kasus). Pelaku kekerasan paling banyak adalah aparat keamanan.
Menyikapi kondisi tersebut, Forum Jurnalis Tasik Melawan mendesak:
1. Mendesak kepolisian untuk mengusut tuntas kasus ini serta memastikan para pelakunya mendapatkan hukuman sesuai peraturan hukum yang berlaku.
2. Presiden Joko Widodo c.q Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk memerintahkan jajarannya di Divisi Profesi dan Pengamanan Mabes Polri untuk memproses pelaku secara disiplin profesi dan memastikan kasus ini merupakan aksi kekerasan terakhir yang dilakukan polisi terhadap jurnalis;
3. Pemerintah di bawah pimpinan Presiden Joko Widodo untuk mengusut dan menuntaskan kasus-kasus serangan serupa yang terjadi terhadap jurnalis, aktivis, aktivis lingkungan, termasuk para Pembela HAM;
4. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan jajarannya untuk memberikan perlindungan terhadap jurnalis yang melakukan kerja-kerja jurnalistik;
3. Mengingatkan kepada masyarakat serta aparat penegak hukum di manapun bahwa kerja-kerja jurnalistik dilindungi oleh Undang-Undang No 40 tahun 1999 tentang Pers. Rept l Hidayat l