Koalisi KOPI Ngada NTT Desak Pemerintah Pusat Cabut SK Penetapan Flores Pulau Panas Bumi

Media Warisan Budaya Nusantara

Koalisi KOPI mengajak berbagai elemen demokrasi pro lingkungan hidup, menyatukan barisan, bersama-sama mendesak pencabutan Surat Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 2268 K/30/MEM/2017, ditandatangani  Menteri ESDM, pada 19 Juni 2017, menetapkan Pulau Flores sebagai Pulau Panas Bumi.

Koalisi KOPI Ngada, atau Koalisi Kelompok Orang Muda untuk Perubahan Iklim, yang hadir sebagai wadah pergerakan komunitas atau organisasi anak muda NTT untuk perubahan iklim, menyatakan sikap mereka menolak proyek Geothermal di  Flores Lembata, serta mendesak pemerintah pusat mencabut SK Penetapan Flores Wilayah Proyek Geotermal, Pulau Panas Bumi.

Penegasan tersebut diterima Redaksi Berita Media WBN, (17/6), melalui Ketua Koalisi KOPI Ngada, Ardin Liko.

Koalisi KOPI dimulai sejak Bulan November 2020, tersebar di 13 Kabupaten Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Gerakan Koalisi KOPI diinisiasi oleh Organisasi Hutan Itu Indonesia dan Terasmitra serta didukung Yayasan Humanis dan Inovasi Sosial (Hivos), dalam Program Voices For Just Climate Action (VCA).

Koalisi Kopi Ngada mendesak agar dokumen penetapan Flores sebagai wilayah Geotermal sebagaimana yang tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 2268 K/30/MEM/2017, ditandatangani  Menteri ESDM, pada 19 Juni 2017 dan menetapkan Pulau Flores sebagai Pulau Panas Bumi, dicabut.

Ketua Koalisi KOPI Ngada, Ardin Liko menyampaikan alasan menolak Geotermal di Flores pada umumnya dan di Wilayah Mataloko Ngada, yakni rusakan Lingkungan.

“Proyek geotermal di Mataloko misalnya, telah menyebabkan kerusakan lingkungan, seperti pencemaran udara dan penurunan debit air di beberapa sumber mata air serta penurunan hasil komoditi pertanian warga sekitar”, ujar Ardin.

Kemudian, lanjutnya, kehilangan lahan pertanian.

“Dalam terapannya, proyek ini juga mengancam keberlanjutan hidup warga, sebab lahan pertanian yang digunakan merupakan sumber penghidupan utama mereka. Alih fungsi lahan pertanian untuk proyek geotermal dapat mengancam ketahanan pangan masyarakat”, tambahnya.

“Juga berdampak Sosial. Proyek geotermal juga menimbulkan dampak sosial, seperti konflik agraria dan konflik sosial, termasuk ancaman kehilangan komunitas masyarakat adat dan tempat-tempat ritual mereka”, beber Ardin Liko.

Mereka juga menyoroti tajam terkait kegagalan berulang proyek Geothermal Mataloko.

“Proyek geotermal Mataloko telah gagal berulang kali sejak 20 tahun lalu. Kegagalan ini menimbulkan keresahan dan ketidakpastian di tengah masyarakat”, jelas Ardin.

Koalisi KOPI Ngada memberikan beberapa tawaran solusi atas sikal penolakan Geotermal di Flores dan khususnya di wilayah Mataloko Kabupaten Ngada:, pertama, mencari alternatif sumber energi.

Menjelajahi sumber energi terbarukan lain yang lebih ramah lingkungan dan dapat diterima oleh masyarakat, seperti energi surya atau angin.

Mengoptimalkan penggunaan energi yang ada. Meningkatkan efisiensi penggunaan energi yang sudah ada, sehingga kebutuhan akan energi dapat dipenuhi tanpa harus membangun proyek geotermal baru.

Mengembangkan pariwisata dan pertanian. Meningkatkan potensi pariwisata dan pertanian di Flores, sehingga dapat menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat lokal dan mengurangi ketergantungan pada proyek geotermal.

Ardin Liko
Ardin Liko

Koalisi KOPI mengajak berbagai elemen demokrasi pro lingkungan hidup, menyatukan barisan, bersama-sama mendesak pencabutan Surat Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 2268 K/30/MEM/2017, ditandatangani  Menteri ESDM, pada 19 Juni 2017, menetapkan Pulau Flores sebagai Pulau Panas Bumi.

WBN

Share It.....