Oleh : Petrus Selestinus, SH
Status uang Rp. 190 juta yang diberikan oleh Sekda Sikka, Alvin Parera kepada Neldis Lebi, ketika Sertifikat Hak Milik atas tanah Neldis Lebi diambil Sekda Sikka Alvin Parera, harus diperjelas ke publik, melalui mekanisme penyidikan Kejaksaan Negeri Sikka dalam perkara korupsi BTT.
Sebab, SHM Tanah milik Neldis Lebi dengan Opini WTP Sikka, terdapat korelasi dengan dugaan korupsi dana BTT Sikka.
Harus diperjelas, bagaimana mekanisme peralihan hutang antara pemilik sumber dana Rp. 109 juta itu bisa sampai kepada Neldis Lebi, bagaimana ikatan perjanjian hutangnya, untuk berapa lama, dan harus menjamin berapa nilai kerugian negara, apakah sebatas yang menjadi tanggung jawab Neldis Lebi yang Rp. 28 juta itu atau mencakup ketugian yang disebabkan oleh ulah pihak lain.
Oleh karena itu, sumber uang Rp. 109 juta, bagaimana status dana Rp.190 juta yang mendadak diberikan kepada Neldis Lebi untuk melunasi hutang Bank BNI Sikka pada 2022 lalu. Hanya Robi Idong dan Alvin Parera yang harus bertanggung jawab, setidak-tidaknya diperjelas siapa yang diintimidasi lalu cair dana Rp.109 juta untuk tebus SHM milik Neldis Lebi.
Korupsi dan Misteri Uang Rp.109 Juta
Pada titik dimana SHM Neldis Lebi raib, maka Robi Idong dan Alvin Parera akan dituntut tanggung jawabnya untuk segera kembalikan Sertifikat Hak Milik Tanah ke Neldis Lebi. Pada satu pihak dan BPK RI akan dituntut membatalkan opini WTP kepada Pemda Sikka sementara di pihak lain, opini WTP itu jelas diperoleh melalui sebuah persekongkolan jahat demi pencitraan menutup jejak korupsi Robi Idong.
Misteri uang Rp. 109 juta rupiah yang mendadak menjadi hutang Neldis Lebi tanpa Neldis Lebi tahu dengan siapa dia berhutang, berapa lama batas waktu hutang, apakah ada bunga dan jasa pinjaman atau tidak, hal ini tidak pernah jelas, baik bagi Neldis Lebi maupun pihak yang punya uang Rp.109 juta dimaksud.
Ini misterius, karena sampai hari ini tidak jelas apa output dan apa outcome dari SHM Tanah milik Neldis Lebi yang sekarang berada di bawah kekuasaan dan tanggung jawab Robi Idong itu.
Robi Idong dan Kajari Sikka harus ingat, bahwa semangat Penyidik Kejaksaan Negeri Sikka mentersangkakan begitu banyak orang dalam kasus dana BTT, tidak akan memperbaiki posisi korupsi di Sikka, manakala biang kerok atau aktor intelektual korupsi di Sikka tidak disentuh dan untuk menyentuh biang keroknya itu, maka misteri uang Rp.109 juta itu harus dibongkar.
Masyarakat Sikka Prihatin
Suara publik Sikka prihatin, karena selama 4 (empat) tahun kepemimpinan Robi Idong di Sikka, masyarakat tidak merasakan hasil pembangunan yang dijanjikan, karena memang yang dibangun Robi Idong adalah hanya janji yang kemudian dijanjikan lagi.
Masyarakat merasa sering ditipu dengan program-program awang-awang yang tidak dapat direalisasikan. Masyarakat sempat terbuai dengan agenda kunjungan keluar masuk kampung untuk menabur janji, tanpa ada pesan positif yang jelas buat warga Sikka, kecuali untuk gimmick dengan menggunakan dana BTT, dll. dan terakhir dengan mimpi basah ingin membangun Menara Lonceng Santo Yohanes Paulus II di Sikka.
Ingat, Masyarakat Sikka sudah cerdas, jangan sepelekan aspek “Peran Serta Masyarakat”.
Sebagai seorang Pamong Praja dan Birokrat yang merendahkan Peran Serta Nasyarakat, maka dengan peran serta masyarakat pula lah nanti membuat Robi Idong atau siapapun jatuh dan akan jatuh lagi secara menyakitkan.
Remehkan Peran Masyarakat
Anggapan Robi Idong bahwa pihak-pihak yang selama ini bersuara keras mengkritik pemerintah, sebagai tidak punya legal standing, tidak punya kapasitas, kapabilitas dan kredibilitas bahkan sebagai orang yang kurang kerjaan, hanya ngoceh dan tidak punya kontribusi dalam membangun Sikka, sebagai pandangan yang picik, dangkal dan menyesatkan.
Ini pernyataan bodoh dari seorang Bupati Sikka yang congkak, sombong dan tidak tahu diri tentang apa itu “Peran Serta Masyarakat” dalam pembangunan daerah.
Padahal, hal ikhwal “peran partisipasi publik” saja Robi Idong gagal paham, maka pantas saja DPRD dan Media selalu dicoba untuk dibungkam dengan uang dll.agar fungsi kontrol DPRD dan Media menjadi tumpul, namun dia gagal membungkam.
Di sini Robi Idong lupa dan terlena bahwa masih ada fungsi pengawasan yang paling efektif dari jauh yang sulit dia bendung dengan uangnya, yaitu kami dan mereka lain yang terus memberikan kritik dengan berbagai cara sekedar menyadarkan Robi Idong dan itu tidak dapat dia beli karena kita tidak pernah jual harga diri dari Peran Serta Masyarakat” itu sendiri.
Padahal jika Robi Idong baca dalam pelbagai UU dan PP tentang partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah, maka sadar atau tidak, atau apakah karena orientasi kekuasaannya selama 4 tahun ini hanya mengejar rupiah demi mendapatkan peluang berkuasa dua periode, lalu abai terhadap “Peran Serta Masyarakat”.
Ya silakan saja, tapi ingat, rupiah juga akan membuat anda jatuh dengan cara apapun juga.
Penulis : Petrus Selestinus, SH, Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia dan Advokat PERADI